Di Pansus Angket, Muhtar Ependy Sebut Novel sampai Johan Budi

Selasa, 25 Juli 2017 | 21:00 WIB
Di Pansus Angket, Muhtar Ependy Sebut Novel sampai Johan Budi
Muhtar Ependy di pansus angket KPK [suara.com/Bagus Santosa]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Orang dekat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, Muhtar Ependy, datang ke rapat dengar pendapat umum panitia khusus hak angket terhadap KPK di DPR, Selasa (25/7/2017).

Muhtar merupakan terpidana perkara memberikan kesaksian palsu dan mengerahkan saksi untuk memberikan keterangan tidak benar, serta menghalangi penyidikan kasus korupsi sengketa pilkada Empat Lawang dan Kota Palembang, Sumatera Selatan. Atas kasus tersebut dia divonis hukuman lima tahun penjara. Saat ini, dia dipenjara di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Muhtar mengaku telah mendapatkan izin dari penjara untuk datang ke pansus dan memberikan keterangan. DIa mengaku datang ke pansus atas inisiatif sendiri dan tanpa tekanan dari pihak manapun.

Di hadapan pansus, Muhtar bercerita panjang lebar. Dia mengaku banyak sekali mendapatkan ancaman dari KPK dan penyidiknya.

Ketika penyidik menggeledah apartemen, Muhtar mengaku diancam akan dipenjarakan selama 20 tahun.

Muhtar kemudian mengaku pernah diancam dimiskinkan, seperti KPK memiskinkan mantan Kepala Korlantas Polri Irjen Djoko Susilo.

Menurut Muhtar apa yang diterimanya agar dia mau mau bekerja sama dengan penyidik.

Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (5/3/2015), Muhtar divonis lima tahun penjara atas dua perkara yang menjeratnya.

"Saya dipenjara lima tahun dengan pasal bukan pasal seorang koruptor. Harusnya pidana umum," kata Muhtar.

Baru tiga tahun menjalani hukuman, Muhtar kembali ditetapkan KPK menjadi tersangka kasus suap pengurusan sengketa pilkada Kabupaten Empat Lawang dan Kota Palembang. Dia merasa aneh dengan status ini karena pada kasus pertama belum selesai menjalani hukuman.

"Kalau mau menetapkan saya sebagai tersangka, kenapa tidak dari awal dari tiga tahun lalu. Ini teknik Novel Baswedan (penyidik KPK) supaya saya tetap (bisa) dipenjara selama 20 tahun," kata dia.

Muhtar mengaku tidak pernah menerima surat penetapan tersangka untuk kasus tersebut. Muhtar dijerat dengan Pasal 12 huruf c UU Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 kesatu juncto pasal 65 ayat 1 KUHP.

"Hanya berkoar-koar saja mereka di media. Hari ini saya tantang KPK tolong antarkan surat penetapan tersangka saya," kata dia.

Muhtar mengatakan upaya pemiskinan terhadap dirinya gagal. Berdasarkan putusan Mahkamah Agung, hartanya yang mencapai Rp35 miliar tidak terbukti berkaitan dengan kasus Akil.

Putusan MA juga menetapkan harta Muhtar tidak disita negara. Tapi, dia menyayangkan kenapa hartanya tidak dikembalikan KPK ketika dia dipenjara di Sukamiskin.

Muhtar sampai memberikan kuasa kepada orang lain untuk mengambil hartanya, tetapi tidak diberikan KPK.

"Tapi, orang yang mengambil malah dihina-hina. 'Ibu dibayar berapa oleh Muhtar Ependy? Ibu perlu tahu bahwa Pak Muhtar akan ditetapkan lagi sebagai tersangka, jadi hartanya tidak dikembalikan'," kata Muhtar.

Sebut ditemui orang suruhan Johan Budi

Di bulan Ramadan 2016, kata dia, ada orang yang menemuinya di penjara Sukamiskin. Dia menyebut orang itu suruhan Johan Budi, mantan juru bicara KPK yang kini menjadi juru bicara Presiden Joko Widodo.

Orang tersebut, kata Muhtar, menawarkan bantuan untuk mendapakan hartanya, namun dengan syarat jumlahnya tidak utuh.‎ Ada sejumlah aset miliknya yang disita‎ oleh KPK, yaitu 25 mobil, 45 motor, tiga rumah dan dua bidang tanah.

"Harta Pak Muhtar bisa kita dikembalikan apabila Pak Muhtar mau tanda tangan harta itu dibagi dua'. Hak jual harus diserahkan ke mereka," kata Muhtar menirukan dialog orang tadi.

Namun, Muhtar menolaknya karena merasa hartanya diperoleh dengan cara yang halal.

Setelah Muhtar menyebut nama Johan Budi, anggota pansus mendalaminya. Utusan yang menemuinya berjumlah tiga orang.

"Utusan Johan Budi, namanya lupa saya, tapi nomor HP-nya ada di saya. Kalau saya ngarang, dosa pak," kata Muhtar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI