Pro Kontra Perppu Ormas, Komnas HAM Mau Ketemu Wiranto

Siswanto | Ummi Hadyah Saleh
Pro Kontra Perppu Ormas, Komnas HAM Mau Ketemu Wiranto
Ketua Komnas HAM Nur Kholis dalam jumpa pers di Ruang Asmara Nababan, Gedung Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta, Selasa (25/7/2017). (suara.com/Ummi Hadyah Saleh)

Menurut Kholis pembubaran ormas seharusnya melalui mekanisme pengadilan.

Suara.com - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang diumumkan oleh Menkopolhukam Wiranto menjadi perdebatan hangat. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia akan menemui Wiranto untuk membicarakan hal itu.

"Kami akan mengupayakan komunikasi ke menko (Wiranto) terkait rencana pemerintah terkait keluarnya perppu ini," ujar Ketua Komnas HAM Nur Kholis dalam jumpa pers di ruang Asmara Nababan, Gedung Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta, Selasa (25/7/2017).

Menurut Kholis pembubaran ormas seharusnya melalui mekanisme pengadilan.

"Di sisi lain kami mesti mengingatkan pemerintah karena peraturan itu tidak hanya memuat satu tradisi atau satu organisasi. Bisa jadi mengatur yang lain. Bisa jadi LSM-LSM yang dianggap radikal, padahal mereka hanya mengkritik pemerintah. Bisa jadi dianggap bertentangan dengan Pancasila," kata dia.

Kholis mengatakan jika nanti perppu disahkan menjadi UU, pemerintah akan dengan mudah membubarkan organisasi yang dianggap bertentangan.

"Perppu ormas bisa dibubarkan seperti itu. Tapi undang-undang tetaplah lah undang-undang. Begitu disahkan bisa digunakan untuk beberapa kondisi dan itu dikhawatirkan komnas," kata Kholis.

Ia menambahkan Komnas HAM juga berencana ke DPR untuk menyampaikan sikap.

"Secara otomatis pasti akan kita kirim ke DPR penegasan sikap hari," kata dia.

Bukan untuk bela HTI

Tak lama setelah Perppu Ormas diumumkan, pemerintah mencabut badan hukum Hizbut Tahrir Indonesia karena azasnya dinilai tak sesuai dengan nafas Pancasila.

Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan Yati Andriyani mengatakan Perppu Ormas menciderai demokrasi di Indonesia.

"Sejak awal yang menjadi landasan kritik kami adalah Perppu ini berpeluang menciderai demokrasi, kebebasan berserikat dan HAM," kata Yati dalam diskusi 'Perppu Ormas dan Implikasinya Pada Demokrasi' di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, di Jalan Diponogoro, Jakarta Pusat, Rabu (19/7/2017).

Yati menekankan kritik terhadap Perppu Ormas bukan berarti menolak pembubaran HTI.

"Kami tidak dalam konteks melindungi satu organisasi atau kelompok tertentu. Kalau HTI melakukan perlawanan itu dalam konteks melindungi diri mereka sendiri. Tapi kalau kami tegaskan, perlawanan kami adalah agar tidak ada pencideraan terhadap hukum dan demokrasi karena implementasi Perppu ini," ujar Yati.

Yati mengatakan memiliki pandangan berbeda mengenai penerbitan Perppu Ormas.

"Jadi tetap ada pembeda menurut kami. Kalau kami ukuran HAM itu kan universal, tidak berlaku hanya untuk satu kelompok, satu ormas, satu isu, ini universal. HAM itu tidak boleh standar ganda," kata Yati.

"Perppu ini, situasi yang memungkinkan mengancam juga bagi pengabaian demokrasi, HAM dan prinsip hukum atas Perppu ini," Yati menambahkan.

Tak setuju dibilang kembali ke Orba

Wiranto mengatakan pemerintah masih menunggu proses penetapan PerppuOrmas menjadi UU oleh DPR.

"Ya tunggu, ini kan proses. Iya dong (Tunggu DPR) . Ini kan ada prosesnya, nggak usah mengada-ada dulu. Ini sepakat dulu. Kalau sepakat ayo bergerak. Kalau enggak sepakat kasih usul apa caranya. Mau diamkan aja? Kita biarkan saja ideologi negara digerogoti? Kita biarkan NKRI dirobohkan. Kita biarkan bangsa Indonesia digantikan dengan pemerintahan yang nggak jelas?" ujar Wiranto di Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Jakarta, Senin (17/7/2017).

"Kalau ada anggap nggak penting ya sudah ayo, jalanin aja ini, diemin aja ini. Aman, pak Wiranto nggak usah ngomong, Pak Jokowi nggak usah ngomong. Kita biarkan aja itu digerogoti NKRI, gerogoti itu Pancasila, ideologi itu biar saja subur. Kita rela nanti jadi Libya, seperti Irak, seperti Suriah, mau nggak, mau enggak?" Wiranto menambahkan.

"Kalau nggak mau toh. Kalau kamu nggak punya kewenangan. Tapi saya punya, pak Jokowi punya. Kita bergerak," kata Wiranto.

Wiranto menjelaskan jika pemerintah tidak melakukan tindakan terhadap ormas yang terindikasi anti Pancasila, pemerintah nanti dianggap tak hadir. Namun sebaliknya, ketika pemerintah hadir, tapi justru mendapat penolakan dari berbagai pihak.

"Tapi nanti nggak bergerak, nggak ambil keputusan, ribut pemerintah tidak hadir, tatkala ada permasalahan. Saya sering denger itu. Ada permasalahan, kita menilai belum kritis belum waktunya kita bertindak, ribut, pemerintah tidak hadir. Sekarang kita hadir, ribut. Sekarang kita hadir, diributkan," tutur wiranto.