Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami sumber dana yang diduga digunakan oleh Vidi Gunanawan, adik dari pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong untuk diberikan kepada pihak terkait proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-e).
"Pemberian itu dilakukan di sejumlah lokasi di Jakarta antara lain di Cibubur Junction, Kampung Melayu, SPBU di daerah Bangka, dan di tempat lainnya," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin (24/7/2017).
KPK pada Senin (24/7) memeriksa Vidi Gunawan sebagai saksi untuk tersangka Setya Novanto (SN) dalam penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional (KTP-e).
KPK saat ini sedang mengonfirmasikan soal indikasi aliran dana proyek KTP-e yang diterima sejumlah pihak terhadap Vidi Gunawan.
"Terhadap saksi, kami konfirmasi lebih lanjut informasi-informasi yang terkait dengan indikasi aliran dana pada sejumlah pihak tentu saja indikasi aliran dana yang dikonformasi ini masih saling terkait dengan kasus KTP-e yang juga sedang kami proses baik itu di persidangan atau pun dalam proses penyidikan," kata Febri.
Diketahui, dalam persidangan kasus KTP-e dengan saksi mantan Staf Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Yosep Sumartono, Vidi Gunawan pernah ditugaskan untuk mengantarkan uang di berbagai tempat.
"Terkait bagi-bagi uang, anda cerita banyak ada di Mall Cibubur Junction sebesar 1 juta 500 ribu dolar AS, di Holland Bakery Kampung Melayu 400 ribu dolar AS, ada di Pom Bensin Bhayangkara sebesar 400 ribu dolar AS, ada di Pom Bensin Auri 200 ribu dolar AS, apa benar?" tanya salah satu anggota Majelis Hakim dalam lanjutan sidang kasus KTP-E di Pengadilan Tipikor, Jakarta beberapa waktu lalu.
"Saya sudah bicara ke penyidik yang di Mall Cibubur Junction itu sebesar 500 ribu dolar AS sudah dikoreksi dalam BAP. Di Holland Bakery Kampung Melayu 400 ribu dolar AS, ketiga di Pom Bensin Bhayangkara 200 ribu dolar AS, di Pom Bensin Auri Pancoran 400 ribu dolar AS," jawab Yosep.
"Uang yang di Cibubur Anda terima dari mana dan kemudian Anda kemanakan?" tanya Hakim.
"Yang di Mall Cibubur Junction awalnya saya ditelepon oleh saudara Vidi Gunawan (adik Andi Narogong) dan diterima, di Kampung Melayu juga dari Vidi semua dari Vidi. Semua uang dolar AS," jawab Yosep.
Yosep menjelaskan bahwa dirinya diperkenalkan dengan Vidi oleh terdakwa kasus pengadaan proyek KTP-E Sugiharto.
"Saya di telepon Pak Sugiharto dikenalkan dengan saudara Vidi bilangnya "Mas minta tolong nanti ambil titipan di Mall Cibubur Junction baru nanti Vidi menghubungi saya" begitu. Saya lupa hari dan tanggalnya. Sekitar jam 11 siang, perintahnya di kantor kemudian saya naik ojek ke Cibubur dari kantor Pak Sugiharto di Kalibata, uangnya dalam koper," tuturnya.
Setelah itu, kata Yosep, uang tersebut kemudian diserahkan ke kantor Sugiharto di Kalibata.
"Waktu itu Vidi cuma bilang ini 500 ribu dolar AS tetapi saya tidak tahu apa rupiah apa dolar karena dalam tas koper. Saya serahkan ke Pak Sugiharto di kantor di Kalibata, ia bilang "iya mas terima kasih terus saya dikasih uang kalau tidak salah Rp300 ribu apa Rp500 ribu untuk pribadi transport saya," kata Yosep.
KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto (SN) sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP-e tahun 2011-2012 pada Kemendagri.
"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang lagi sebagai tersangka. KPK menetapkan saudara SN anggota DPR RI periode 2009-2014 sebagai tersangka karena diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP-e pada Kemendagri," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK Jakarta, Senin (17/7).
SN disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Sebelumnya, Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta pada Kamis (20/7) menjatuhkan hukuman penjara tujuh tahun kepada mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman, dan lima tahun penjara kepada mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri Sugiharto dalam perkara korupsi proyek pengadaan KTP-e. [Antara]
KPK Dalami Sumber Dana Adik Andi Narogong
Ardi Mandiri Suara.Com
Selasa, 25 Juli 2017 | 00:43 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Mayoritas Pendukung Anies Percaya Ganjar Pranowo terlibat Korupsi E-KTP
31 Agustus 2023 | 22:00 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI