Pro Kontra Anggota DPRD DKI Ingin Punya Asisten Dibiayai Negara

Senin, 24 Juli 2017 | 20:28 WIB
Pro Kontra Anggota DPRD DKI Ingin Punya Asisten Dibiayai Negara
Rapat paripurna DPRD Jakarta [suara.com/Bowo Raharjo]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Anggota DPRD Jakarta menegaskan bahwa masing-masing dari mereka membutuhkan tenaga ahli atau staf pribadi yang gajinya dibiayai oleh APBD.

Anggota DPRD Fraksi Hanura Syarifuddin mengatakakan usulan tiap anggota dewan memiliki staf pribadi diperhitungkan dari banyaknya aktivitas mereka. Kehadiran staf pribadi dinilai akan membantu anggota dewan melayani konstituen.

Istilah asisten pribadi hanya disampaikan oleh Fraksi Hanura. Sementara, fraksi-fraksi lain menyebut tenaga ahli.

"Kita butuh aspri itu bukan untuk yang namanya ngawal kita, gagah-gagahan, bukan. Aspri itu kita tempatkan di setiap kecamatan sehingga walaupun tidak reses, permasalahan masyarakat itu diserap," ujar Syarifuddin di gedung DPRD, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (24/7/2017).

Syarifuddin menekankan pentingnya asisten pribadi. Menurut dia kehadirannya bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat karena aspirasi yang mereka sampaikan diterima.

Syarifuddin kemudian membandingkan jumlah anggota dewan dengan pegawai negeri sipil di Jakarta yang mencapai sekitar 72 ribu, padahal ideal cukup 30 ribu orang.

"Itu kan 42 ribu kelebihan. Itu kan perlu dipermasalahkan. Kalau kita kan cuma 106 anggota, itu pun kita minta supaya ada orang kepercayaan kita yang menerima dan menyerap aspirasi masyarakat," katanya.

Sebenarnya sebagian anggota DPRD sekarang sudah punya asisten pribadi. Tetapi, gaji mereka dibayar masing-masing anggota dewan.

Syarifuddin kemudian mengungkapkan contoh yang dikerjakan asisten pribadi anggota Fraksi Hanura. Mereka ikut memantau perkembangan pembangunan renovasi SMPN 151 di Jakarta Utara.

"Sekolah-sekolah yang mangkrak, kalau bukan aspri kita yang bergerak di utara nih, nggak jadi itu barang. Sekarang udah alhamdulillah, SMP 151 jadi," kata dia.

"Ada lagi warga kita yang ditolak masuk RS Koja alasan nggak ada kamar. Harus dong kita punya asisten yang datang ke sana yang urus semua sampai dia ditangani dulu diambil tindakan preventif untuk katakanlah supaya diambil tindakan secara cepat," Syarifuddin menambahkan.

Syarifuddin menilai Gubernur Jakarta Djarot Saiful Hidayat tidak memahami tujuan keberadaan asisten pribadi sehingga menolak usulan anggota dewan agar masing-masing memiliki asisten yang dibiayai keuangan daerah.

"Pak Djarot jawab karena dia nggak ngerti maksud dan tujuannya ini apa. Bukan saya atau anggota dewan yang lain mau gagah gagahan. Tapi supaya penyerapan aspirasi bukan hanya saat reses. Biar kita bisa melayani permintaan masyarakat," katanya.

Anggota DPRD Fraksi Nasdem Bestari Barus juga setuju setiap anggota dewan punya staf ahli.

"Kami sedang rapat kan nggak mungkin bisa menerima maka dibutuhkan memang setiap satu tenaga ahli satu anggota dewan itu sekurang-kurangnya memiliki satu tenaga ahli gitu lho," kata dia.

Apabila usulan tersebut disetujui Djarot, Bestari mengatakan nanti masing-masing anggota dewan bisa menunjuk tenaga ahlinya sendiri-sendiri.

"Kita nggak mengusulkan gajinya, yang penting orangnya," kata Bestari.

Bestari membandingkan anggota DPRD dengan anggota DPR. Setiap anggota DPR memiliki sekitar tujuh staf pribadi yang semuanya dibiayai negara.

"Kita satu saja cukup. Kalau DPR RI itu tujuh lho. Dan itu fasilitas negara lho. Kita minta satu," kata dia.

Usulan anggota DPRD memiliki staf ahli yang dibiayai APBD disampaikan dalam rapat paripurna penyampaian pandangan umum fraksi-fraksi terhadap Raperda tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD Jakarta pada Kamis (20/7/2017).

Usulan itu didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD. PP ini memuat peraturan tenaga ahli dan tim pakar untuk alat kelengkapan dewan dan fraksi untuk mendukung anggota dewan.

Djarot menolak, bilang wow

Djarot tidak setuju dengan usulan fraksi. Meski persoalan di Jakarta kompleks, semua masalah masih bisa dijangkau sehingga kurang tepat satu anggota dewan memiliki tenaga ahli dan staf pribadi.

"Kalau setiap anggota dewan punya asisten pribadi atau tenaga ahli, itu fungsinya apa? Berarti kan tambah 106 (orang) lagi. Belum lagi fraksi. Makanya yang proporsional menurut saya," ujar Djarot di Balai Kota Jakarta, Kamis (20/7/2017).

Ia mencontohkan dengan tenaga ahli yang dimiliki oleh setiap anggota DPR. Menurutnya, wakil rakyat di Senayan mendapat tenaga ahli karena wilayah yang dijangkau luas.

"Kalau anggota DPR RI kaya saya dulu ada. Kenapa? Karena jangkauannya itu jauh, makanya kita butuh. Kalau di sini? Aspri ngapain?" kata Djarot.

Djarot khawatir jika setiap anggota dewan punya tenaga ahli dan staf administrasi, mereka tidak kerja.

"Makanya kenaikan tunjangan itu harus proporsional, tepat guna, dan berdaya guna. Tolong cermati lagi kalau masalah tenaga ahli," kata dia.

Meski begitu, dia tidak masalah apabila tenaga ahli diberikan pada setiap komisi di DPRD. Saat ini, tenaga ahli baru diberikan pemerintah DKI untuk setiap pimpinan DPRD.

"Kalau saya sih tenaga ahli buat fraksi itu boleh, silakan kalau fraksi. Tapi kalau masing-masing orang satu, wow," katanya.

Djarot mengakui keuangan DKI memang banyak. Tapi tidak untuk membiayai seluruh tenaga ahli anggota DPRD yang saat ini berjumlah 106 orang. Sebab, APBD diprioritaskan untuk pembangunan dan program pendidikan, kesehatan, dan transportasi, hingga rumah susun.

"Keuangan DKI memang memungkinkan, tapi sebagian besar kita kembalikan untuk program langsung warga nggak mampu. Kalau saya sih tolong soal ini dipikir ulang, dipikir masak-masak," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI