KSPI akan Gugat UU Pemilu Soal Presidential Threshold

Siswanto Suara.Com
Senin, 24 Juli 2017 | 16:59 WIB
KSPI akan Gugat UU Pemilu Soal Presidential Threshold
Presiden KSPI Said Iqbal. [Suara.com/Adhitya Himawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal berencana untuk mengajukan judicial review terhadap UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi terkait persyaratan presidential threshold sebesar 20 persen kursi atau 25 persen suara nasional.

''UU Pemilu kita akan mengadakan judicial review pasal menyangkut presidential threshold 20 persen. Calon presiden juga hanya itu-itu saja. Padahal kan masih banyak orang baik. Harusnya calonnya itu banyak. Biasanya kalau seseorang terpilih menjadi presiden, partainya langsung naik juga. Tapi presidential threshold cuma jadi akal-akalan aja,'' kata Iqbal di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (24/7/2017).

Presidential threshold merupakan ambang batas pencalonan presiden untuk pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2019.

Iqbal kemudian mengaitkan presidential threshold dengan permasalahan Penghasilan Tidak Kena Pajak yang sedang ramai di Indonesia.

''Presiden kan kadang banyak yang tidak sesuai dengan harapan kita. Kita yang merasakan kepemimpinan orang tersebut. Daya beli turun kita bisa jadi poor karena tidak ada subsidi. Orang kaya tetap kaya, buruh jadi nearpoor, yang poor malah jadi ke lumpur karena makin turun,'' kata Iqbal.

Iqbal mengatakan KSPI tidak ada urusan dengan dunia politik. Tetapi KSPI harus bersikap karena aturan tersebut menyangkut hajat hidup orang banyak.

''Kita nggak ada urusan politik, ini kan urusan kesejahteraan. Kepemimpinan seseorang menjadi penting dalam 5 tahun ke depan. Kita nggak ada kaitan dengan Yusril Ihza Mahendra, kaitan kita tentang buruh. Kesejahteraan, Hak Asasi Manusia, upah buruh, dan lainnya,'' kata dia.
 
UU Pemilu juga akan digugat oleh sejumlah pihak.
 
Menteri Hukum dan HAM Yasonna  Laoly mempersilakan pihak-pihak yang akan mengajukan uji materi.

"Kan UU Pemilu sudah diketok, ada empat fraksi yang tidak setuju, soal UU Pemilu silakan mekanismenya ada kalau mau menggugat ke MK silakan, itu mekanisme dan hak setiap orang," kata Yasonna di gedung Kemenkumham.
 
Rapat paripurna DPR pada Jumat (21/7) dini hari menyetujui UU Pemilu secara aklamasi, meski diwarnai aksi walk out Fraksi Partai Gerindra, Fraksi PKS, Fraksi PAN, Fraksi Demokrat.

Dalam rapat tersebut sebanyak 322 anggota DPR menyetujui paket A yaitu ambang batas presiden 20-25 persen, ambang batas parlemen 4 persen, sistem pemilu terbuka, besaran kursi: 3-10 dan konversi suara saint lague murni.

"Kalau ada masalah konstitusionalitas yang dipersoalkan silakan. Tapi keputusan kemarin itu adalah keputusan yang disepakati pemerintah dan DPR, bahwa ada yang 'WO' (walk out) itu sah saja," tambah Yasonna.

Partai pendukung pemerintah yaitu PDI Perjuangan, Partai Golkar, PPP, PKB, Hanura dan Nasdem berhasil mengawal paket A yang merupakan opsi pemerintah.

Partai Gerindra sudah menyatakan akan melakukan uji materi terkait Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu tersebut.

"Tentu saya kira langkah-langkah hukum selanjutnya akan ditempuh, termasuk uji materi RUU Pemilu di MK," kata Fadli Zon usai menghadiri rapat paripurna DPR. [Sarah Andinie]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI