Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal mengkritik kebijakan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas. Menurut dia perppu tersebut tidak langsung menyentuh akar persoalan bangsa ini, seharusnya pemerintah lebih memperhatikan nasib buruh.
''Kita itu darurat PHK, bukan darurat Ormas. Kita nggak butuh Perppu Ormas , Perppu Ormas itu kan urusan elite. Puluhan ribu pekerja yang di PHK di sektor ritel, garmen, keramik dan pertambangan itu yang harus dipikirkan,'' kata Said Iqbal di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jalan Diponegoro, nomor 74, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (24/7/17).
Iqbal mengatakan seharusnya pemerintah lebih memikirkan adanya ketimpangan ekonomi Indonesia.
''Urusan PHK malah nggak dipikirin. Ketimpangan ekonomi sekarang makin parah. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Dibutuhkan darurat itu kan masalah PHK. Selamatkan buruh yang sudah dan terancam PHK,'' kata Iqbal.
Dalam konferensi pers, KSPI juga menyatakan menolak penurunan Penghasilan Tidak Kena Pajak.
''KSPI menolak adanya penurunan PTKP, karena daya beli masyarakat kan masih rendah. Kalau PTKP diturunkan, berarti kita yang penghasilan di bawah itu jadinya bayar pajak,'' ujar Said Iqbal.
''UU tax amnesty dulu kan bilangnya yang gajinya dibawah Rp4,5 juta tidak kena pajak. Tapi ujungnya pemerintah seperti rentenir. PTKP yang Rp4,5 juta perbulan, itu akan diturunkan upah minimumnya. Padahal upah minimum tiap kota berbeda,'' Said Iqbal menambahkan.
Said Iqbal mengatakan kebijakan tersebut memberatkan masyarakat.
''Siapapun yang masih menerima upah, akan menerima dampak yang signifikan atas kebijakan ini. Karena daya beli masyarakat masih rendah dan PTKP diturunkan, berarti penghasilan yang seharusnya nggak bayar pajak jadi bayar pajak. PTKP katanya mau diturunkan jadi Rp3 juta. UMP DKI kan Rp3,3 juta, jadi kalau yang gaji lebih dari PTKP itu bayar,'' kata dia. [Sarah Andinie]
''Kita itu darurat PHK, bukan darurat Ormas. Kita nggak butuh Perppu Ormas , Perppu Ormas itu kan urusan elite. Puluhan ribu pekerja yang di PHK di sektor ritel, garmen, keramik dan pertambangan itu yang harus dipikirkan,'' kata Said Iqbal di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jalan Diponegoro, nomor 74, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (24/7/17).
Iqbal mengatakan seharusnya pemerintah lebih memikirkan adanya ketimpangan ekonomi Indonesia.
''Urusan PHK malah nggak dipikirin. Ketimpangan ekonomi sekarang makin parah. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Dibutuhkan darurat itu kan masalah PHK. Selamatkan buruh yang sudah dan terancam PHK,'' kata Iqbal.
Dalam konferensi pers, KSPI juga menyatakan menolak penurunan Penghasilan Tidak Kena Pajak.
''KSPI menolak adanya penurunan PTKP, karena daya beli masyarakat kan masih rendah. Kalau PTKP diturunkan, berarti kita yang penghasilan di bawah itu jadinya bayar pajak,'' ujar Said Iqbal.
''UU tax amnesty dulu kan bilangnya yang gajinya dibawah Rp4,5 juta tidak kena pajak. Tapi ujungnya pemerintah seperti rentenir. PTKP yang Rp4,5 juta perbulan, itu akan diturunkan upah minimumnya. Padahal upah minimum tiap kota berbeda,'' Said Iqbal menambahkan.
Said Iqbal mengatakan kebijakan tersebut memberatkan masyarakat.
''Siapapun yang masih menerima upah, akan menerima dampak yang signifikan atas kebijakan ini. Karena daya beli masyarakat masih rendah dan PTKP diturunkan, berarti penghasilan yang seharusnya nggak bayar pajak jadi bayar pajak. PTKP katanya mau diturunkan jadi Rp3 juta. UMP DKI kan Rp3,3 juta, jadi kalau yang gaji lebih dari PTKP itu bayar,'' kata dia. [Sarah Andinie]