Suara.com - Sekitar 1.400 warga penganut Ahmadiyah di Desa Manis Lor, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, hingga sekarang belum memiliki KTP elektronik atau e-KTP. Juru bicara Jamaah Ahmadiyah Indonesia Yendra Budiana mengungkapkan kehidupan mereka semakin menderita lantaran tidak bisa mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara karena tidak punya kartu identitas.
"Kami merasa hak-hak kami dirampas paksa oleh pemerintah, apa yang salah dengan kami hingga saat ini kami warga Manis Lor tidak mendapatkan e-KTP. Kami hidup sesuai dengan prosedur hukum, tapi mengapa kami sulit sekali mendapatkan hak kami sebagai warga negara," kata Yendra dalam konferensi persnya di kantor Setara Institut, Jakarta Selatan, Minggu (23/7/2017).
Gara-gara tidak punya e-KTP, mereka terkendala untuk akses pendidikan dan kesehatan.
Yendra menduga mereka tidak mendapatkan e-KTP karena masalah kepercayaan agama.
Yendra mengungkapkan di Manis Lor salah syarat bagi warga untuk mendapatkan e-KTP harus membaca kalimat syahadat terlebih dahulu.
"Kami diberikan syarat jika ingin membuat KTP, kami harus menandatangani surat pernyataan dan disuruh membaca kalimat syahadat. Apakah semua umat muslim yang membuat KTP harus seperti itu (baca syahadat), kalau semua sama nggak masalah. Tapi ini hanya terjadi di Manis Lor, ini tindakan diskriminatif," ujarnya.
JAI, Yayasan Satu Keadilan, dan Setara Institute mendesak Ombudsman Republik Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap dugaan praktik maladminitrasi di Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan atas kasus tidak menerbitkan e-KTP kepada warga Ahmadiyah di Manis Lor.
"Besok kami akan ke Ombudsman dan Kementerian Dalam Negeri untuk menagih apa yang menjadi hak-hak kami sebagai warga negara. Kalau besok belum mendapatkan jawaban, kami akan menyusun rencana agar hak-hak kami terpenuhi," kata Yendra.