Suara.com - Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengizinkan lahan milik pemerintah DKI di Ciangir, Kabupaten Tangerang, dibangun open camp atau lapas terbuka. Hal ini dikatakan Djarot seusai menerima Sekretaris Direktorat Jenderal Permasyarakatan, Kementerian Hukum dan HAM wilayah Jakarta Sri Puguh Budi Utami.
Djarot mengatakan pemerintah meminjamkan lahan seluas 30 hektare dari total 98 hektare di Ciangir, Tangerang, untuk pembangunan lembaga pemasyarakat (lapas).
"Tadi sudah kita sepakati, (selanjutnya) kita berkoordinasi dengan Kabupaten Tangerang untuk bikin semacam open camp di sana," ujar Djarot di Balai Kota DKI, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (21/7/2017).
Menurut Djarot, lembaga pemasyarakatan yang ada di Salemba saat ini sudah melebihi kapasitas. Rencananya, penghuni lapas Salemba akan dipindahkan ke Ciangir, setelah nanti selesai dibanun Kementerian Hukum dan HAM.
Di lahan tersebut rencananya tidak hanya akan dibangun lapas, tetapi juga vila untuk kaum jompo seluas 10-15 hektare, sedangkan sisanya untuk lahan pertanian.
"Nanti tetap dibangun Villa Werdha. Lahan gede banget, ada hampir 100 hektare," kata Djarot.
Ia khawatir apabila lahan di sana tidak segera dimanfaatkan pemerintah DKI, akan diserobot oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
"Sepanjang itu dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat ya silakan. Sistemnya saya sarankan pinjam pakai. Seperti pondok bambu kan pinjam pakai," katanya.
Nantinya, kata Djarot, kerjasmaa pinjam pakai lahan tersebut bisa mencapai 10 tahun. Setelah itu Kemenkumham juga bisa memperpanjang penggunaan. Konsep lapas terbuka dipilih Djarot agar narapidana bisa lebih produktif. Di sana mereka bisa menjalankan sisa masa tahanan dengan bertani.
"Ditempatkan di Salemba dia tidak produktif, dan seperti (kelebihan kapasitas) itudak baik," katanya.
Secara terpisah, Sri mengatakan rutan dan lapas salemba sudah melebihi kapasitas. Sehingga perlu ada tempat baru.
Ia menjelaskan, kapasitas Salemba saat ini dihuni sekitar 5.000 orang narapidana. Padahal, kapasitas disana hanya sekitar 2.000 orang. Kini, jumlah tahanan di sana sudah dua kali lipat dari kapasitas.
"Ini tentu pelayanan tidak bisa dilakukan dengan baik, pembinaan tidak bisa dijalankan, bahkan mungkin akan ada penyimpangan, pelanggaran HAM, dan seterusnya," kata Sri.