Suara.com - DPR menggelar rapat paripurna untuk mengambil keputusan terkait Rancangan Undang-undang (RUU) Penyelenggaraan Pemilu, Kamis (20/7/2017).
Pengambilan keputusan ini dilakukan karena di tingkat Panitia Khusus (Pansus) RUU Penyelenggaraan Pemilu tidak mendapatkan kesepakatan.
Ada lima isu krusial yang belum disepakati. Yaitu, presidential threshold, parlementary threshold, sistem pemilu, alokasi kursi, dan metode konversi suara.
"Nanti yang pimpin rencananya Pak Fadli Zon. Karena pak Fadli Zon yang Koorpolkam yang mengkoordinatori masalah UU Pemilu tersebut," kata Wakil Ketua DPR Agus Hermanto di DPR, Kamis (20/7/2017).
Dia menambahkan jalannya rapat nanti dimulai dari pembacaan laporan dari Ketua Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu. Kemudian, Fraksi-fraksi memberikan pandangan. Bila ada perbedaan, sambungnya, akan masuk ke forum lobi.
"Setelah lobi disitulah, lobi kita laksanakan, apakah kita akan ambil suara musyawarah mufakat atau kita ambil keputusan melalui voting. Kalau diambil musyawarah mufakat tidak bisa dan tentunya peta politiknya sangat berbeda tentunya akan dilaksanakan voting," tutur Politikus Demokrat itu.
DPR kemudian menawarkan 5 paket dari lima isu krusial itu. Lima paket ini yang nantinya akan dijadikan bahan voting bila musyawarah mufakat tidak bisa berjalan.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, pemerintah memilih paket A. Partai pendukung pemerintah sudah diharapkan memilih paket ini. Di antaranya, PDI Perjuangan, Golkar, Hanura, Nasdem, dan PPP.
Tjahjo pun berharap, tidak hanya partai pendukung pemerintah yang memilih paket ini. Dia juga mengajak seluruh partai di DPR untuk memilih paket tersebut.
"Bagi pemrintah yang penting pemerintah dan DPR mampu segera merumuskan UU, disahkan, dalam upaya untuk mempercepat KPU mempersiapkan aturan-aturan partai. Supaya tahapannya tidak terganggu. Dan upaya mmbangun sistem demokrasi dan presidnentiial yg lebih baik. Itu initinya," kata dia.