Polri Siap Jembatani KPK Dengan DPR

Rabu, 19 Juli 2017 | 23:59 WIB
Polri Siap Jembatani KPK Dengan DPR
Wakapolri Komjen Pol Syafruddin (kanan). [Antara/Puspa Perwitasari]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri) Komisaris Jenderal Sjafrudin mengatakan, Polri siap menjadi jembatan antara KPK dan DPR. Belakangan ini, dua lembaga itu seakan-akan meruncing setelah bergulirnya Panitia Khusus (Pansus) Angket KPK‎ yang dibuat DPR.

"Diminta, tidak diminta, (Polri) siap. Selaku pribadi dan institusi Polri, siap. Kebetulan kami punya hubungan emosional baik antara, Polri-DPR, Polri-KPK, punya hubungan erat," kata Sjafrudin di DPR, Jakarta, Rabu (19/7/2017).

Dia menambahkan, dalam menjalankan tugas kenegaraan, semua ada koridornya. Termasuk, KPK, Polri, dan DPR dalam menjalankan tugasnya. Karena itu, perlu menyamakan permahaman agar tidak ada pertentangan antar ketiga lembaga ini.



"‎Jangan ada yang terganggu. DPR jangan ada menggangu tugasnya, KPK juga jangan ada yang menggangu tugasnya, supaya jalan. Polri juga sebagai jembatan. Jangan membenturkan, KPK itu jalan dengan relnya. DPR juga jalan dengan relnya tugas komstitusionalnya," tuturnya.

Baca Juga: Presiden Jokowi Berjanji Tidak Intervensi KPK

"Tidak ada DPR membuat pansus karena KPK mau dihambat melaksanakan penegakan hukumnya. KPK juga demikian KPK melaksanakan penegakan hukum kasus yang ditangani bukan hanya di Pansus DPR," tambah Sjafrudin.‎

Pansus Angket KPK sempat berniat memanggil paksa tersangka kasus pemberian keterangan palsu dalam persidangan korupsi Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) Miryam S Haryani.

Namun, ‎Kapolri Jenderal Tito Karnavian menegaskan tidak akan memenuhi permintaan ini apabila KPK tiga kali tidak menghadirkan Miryam dalam panggilan di DPR.

Menurut Tito, aturan dalam pasal 204 UU nomor 17 tahun 2014 tentang MD3 tidak dijelaskan berdasarkan hukum acaranya.

"Kalau ada permintaan teman-teman DPR untuk panggil paksa kemungkinan besar tidak kami laksanakan karena ada hukum acara yang belum jelas didalam UU-nya," kata Tito di KPK, Senin (19/6/2017).

Anggota Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi,Bambang Soesatyo, mengaku heran dengan Tito ini.

Politikus Partai Golkar itu mengatakan, saat Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) disusun, rumusan pasal 204 dan 205 datang dari permintaan Kapolri Sutarman. "Dengan rumusan tersebut, menurut Kapolri, sudah sangat cukup untuk Polri melaksanakan perintah DPR," ucap Bambang, Selasa (20/6/2017).

Pasal tersebut memang tidak diatur lebih detail. Bambang menyatakan hal tersebut sesuai dengan ucapan Sutarman saat menjawab permintaan anggota yang membahas Rancangan Undang-Undang MD3 agar pasal tentang masalah pemanggilan paksa tersebut diatur secara tegas.

Baca Juga: Politisi PKS Ditahan KPK

"Maka kemudian lahirlah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 yang mengatur secara tegas dan jelas tentang tata cara dan pelaksanaan pemanggilan paksa itu dalam pasal 204 dan 205," ucap Ketua Komisi Hukum ini.

Bambang menjelaskan, Pasal 204 ayat 1-5 Undang-Undang MD3 mengatur secara tegas terkait dengan pemanggilan paksa oleh Polri. Bahkan pada ayat 5 anggarannya pun diatur dan dibebankan ke DPR. "Nah, kalau sekarang Polri tiba-tiba menolak, masa DPR harus minta bantuan Kopassus atau TNI, sementara di undang-undangnya jelas itu tugas Polri," katanya.

Bambang Soesatyo menambahkan, dalam Pasal 205 ayat 7 Undang-Undang MD3, diatur pula tentang memberikan hak dan kewenangan kepada pihak berwajib (polisi) untuk dapat melakukan penyanderaan paling lama 15 hari. "Atas permintaan Pansus atau DPR," ujarnya.‎

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI