Suara.com - Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Idrus Marham mengakui ada dorongan dari anggota DPR agar Setya Novanto mundur dari posisi ketua DPR karena sudah berstatus tersangka kasus korupsi proyek e-KTP.
"Nggak banyak kok (yang minta mundur). Pak Novanto menyerahkan sepenuhnya sesuai aturan yang ada apabila kita mengambil langkah berbeda dengan aturan apakah itu bukan pendzoliman?" kata Idrus di DPR, Jakarta, Rabu (19/7/2017).
Idrus mengingatkan Indonesia merupakan negara hukum sehingga harus tetap taat pada aturan main.
"Sepanjang aturan itu tidak ada yang mengatur bahkan aturan di Mahkamah Kehormatan Dewan kita tahu hanya bisa berhenti apabila meninggal dunia, mengundurkan diri dan atau misalkan diberhentikan itu aturannya," kata dia.
Idrus berharap partai politik jangan mengambil untung dari masalah yang dihadapi Golkar.
"Kalau ada saudara yang kena musibah kita memberikan empati, memberikan satu rasa persahabatan, bukan misalkan justru saudaranya yang ada musibah justru dengan peristiwa itu dijadikan sebagai alat dan peluang untuk mencari manfaat dan barokah politik seperti itu saya kira itu tidak boleh terjadi kalau kita ingin secara bersama-sama bagaimana bangsa ini ke depan," ujar dia.
Dalam konferensi pers di DPR yang dihadiri para para wakil ketua DPR dan sekretaris jenderal, Novanto tak menunjukkan keinginan untuk mundur, Selasa (18/7/2017).
Novanto menyatakan belum menerima salinan surat dari KPK mengenai penetapan menjadi tersangka.
Kepala Badan Keahlian DPR Johnson Rajagukguk menyebut tiga alasan pimpinan DPR diberhentikan yaitu meninggal dunia, mengundurkan diri, dan diberhentikan.
"Kalau pimpinan jadi tersangkut hukum, maka pasal sudah diatur, pemberhentian bisa dilakukan manakala ada keputusan pengadilan atau inkrah karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih," kata dia.