Suara.com - Akademisi Universitas Indonesia Boni Hargens meminta pemerintah tidak hanya menertibkan dan mencabut izin badan hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Sebab, Boni mengungkapkan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan UU Nomor 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) diterbitkan bukan hanya untuk membubarkan HTI.
Apalagi, Boni mengklaim banyak organisasi lain yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Pancasila. Salah satu ormas yang disebut Boni adalah sekte Saksi Yehuwa (Yehova Witness).
“Selain HTI, pemerintah melalui Perppu No 2/2017 itu seharusnya juga membubarkan sekte Saksi Yehuwa karena aktivitasnya bertentangan dengan UUD 1945, Pancasila, sehingga sudah meresahkan masyarakat,” kata Boni kepada Suara.com, Rabu (19/7/2017) malam.
Baca Juga: Dukung Startup Lokal, Google Lounge Diresmikan di Jakarta
Ia menuturkan, Saksi Yehuwa melakukan evangelisasi atau khotbah yang terbilang radikal serta agresif di Indonesia.
Misalnya, kata dia, anggota sekte Saksi Yehuwa melakukan khotbah dari rumah ke rumah meskipun si pemilik bukan bagian dari mereka.
“Tidak hanya itu, mereka juga melakukan evangelisasi di halte-halte dan tempat-tempat publik lainnya. Ini suatu pemaksaan keyakinan yang bertentangan dengan UUD 1945 dan Sila ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ Pancasila,” terangnya.
Selain bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila, pembubaran Saksi Yehova juga untuk membuktikan klaim-klaim sebagian pihak yang menilai Perppu No 2/2017 hanya ditujukan untuk HTI.
“Ini biar clear, bahwa perppu itu bukan untuk HTI saja, melainkan seluruh ormas yang bertentangan dengan dasar negara. Karenanya, usul pembubaran Saksi Yehuwa harus diperhatikan oleh pemerintah,” pintanya.
Baca Juga: Golkar Kian Termehek-mehek, Usai Setnov, Kini Markus Nari TSK
Untuk diketahui, Saksi Yehuwa adalah sekte atau denominasi Kristen, milenarian, restorasionis yang hingga tahun 1931 bernama “Siswa Alkitab”.