Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera memeriksa lima saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
"Lima orang itu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AA (Andi Agustinus)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, dikutip dari Antara, Rabu (19/7/2017).
Lima saksi yang direncanakan diperiksa itu, menurut Febri, yakni mantan PNS Kasubdit Penyerasian Kebijakan dengan Lembaga Non Pemerintah Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Ekworo Boedianto, dan mantan Plt Sekretaris Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri Malyono Anwar.
Selanjutnya dua orang dari swasta masing-masing Made Oka Masagung dan Andika Mohammad Yudistira serta Charles Sutanto Ekapradja yang berprofesi sebagai wiraswasta.
Baca Juga: Ingin Latih Selama 15 Tahun, Mou Isyaratkan MU Klub Terakhirnya?
Dalam penyidikan kasus itu, KPK juga telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi e-KTP tahun 2011-2012 pada Kemendagri.
Setnov disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Dalam perkara ini sudah ada 2 orang yang menjalani sidang di pengadilan sebagai terdakwa, yaitu mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman yang dituntut 7 tahun kurungan dan denda sejumlah Rp500 juta, subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sejumlah 273.700 dolar AS dan Rp2,248 miliar serta 6.000 dolar Singapura, subsider 2 tahun penjara.
Selanjutnya mantan Direktur PIAK Kemendagri Sugiharto yang juga sudah dituntut 5 tahun penjara ditambah denda sebesar Rp400 juta subsider 6 bulan, serta kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp500 juta subsider 1 tahun penjara.
Baca Juga: Hadapi Espanyol, Ini Harapan Djarot pada Persija
Terdakwa lain adalah anggota DPR dari Fraksi Hanura Miryam S Haryani yang didakwa memberikan keterangan tidak benar dalam persidangan e-KTP dan sudah dalam proses persidangan dengan pembacaan dakwaan pada 13 Juli 2017.