Suara.com - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golongan Karya (Golkar) memasatikan tidak bakal menggelar musyawarah nasional luar biasa (munaslub), untuk mengganti Ketua Umum Setya Novanto yang menjadi terangka kasus dugaan korupsi e-KTP.
Kepastian itu diputuskan dalam rapat pleno DPP Partai Golkar, sehari setelah Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (18/7/2017).
Rapat tersebut dihadiri etya Novanto, Sekretaris Jenderal Idrus Marham, Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid, Nurul Arifin, Aziz Syamsuddin, Nusron Wahid dan sejumlah pengurus Partai Golkar.
Baca Juga: KPK Buka Kemungkinan Tangkap dan Tahan Setya Novanto
Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid mengatakan, rapat tersebut untuk menyikapi dinamika politik terkini dan perkembangan di DPR.
"Agenda rapat sekaligus menyampaikan perkembangan politik terkini sekaligus kondisi Partai Golkar baik eksternal maupun internal, termasuk perkembangan yang ada dalam DPR," ujar Nurdin dalam jumpa pers seusai rapat pleno di Kantor DPP, Jalan Anggrek Neli, Slipi, Jakarta Barat, Selasa (18/7/2017).
Nurdin menuturkan, rapat itu menghasilkan tujuh poin ketetapan. Poin pertama yakni Partai Golkar tetap mendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Kedua, Partai Golkar tetap melaksanakan keputusan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) 2017 yang berkaitan dengan pencalonan Joko Widodo sebagai calon presiden tahun 2019.
Ketiga, Nurdin mengatakan DPP Partai Golkar tetap melaksanakan keputusan Rapimnas 2017 perihal tidak akan melaksanakan munaslub.
Baca Juga: Gadis Jerman Usia 16 Tahun Anggota ISIS Ditangkap Tentara Irak
"DPP tetap berketetapan melaksanakan keputusan Rapimnas 2017, khususnya berkaitan bahwa tidak akan melaksanakan munaslub," ucap Nurdin.