Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Raharjo mengatakan penetapan Ketua DPR dari Fraksi Golkar Setya Novanto menjadi tersangka kasus dugaan korupsi Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik setelah penyidik memiliki bukti permulaan yang cukup.
"Kami membawa (Setya Novanto) ke penyidikan ini tidak serampangan, kami punya dua alat bukti yang kuat," kata Agus di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (17/7/2017).
Komisi antirasuah menduga Ketua Umum Partai Golkar terlibat dalam proses penganggaran atau pengadaan barang dan jasa. Novanto juga diduga mengkondisikan pemenang pengadaan proyek senilai Rp5,9 triliun tersebut.
Agus menegaskan dalam persidangan yang akan datang, jaksa KPK akan membeberkan bukti dugaan keterlibatan Novanto dalam kasus tersebut. Ia juga meminta semua pihak untuk mengikuti proses kasus ini sampai ke pengadilan.
"Banyak bertanya soal materi pemeriksaan, kita akan gelar di pengadilan. Kita akan buka semua bukti di pengadilan," kata Agus.
Konferensi pers pengumuman penetapan Novanto menjadi tersangka dilakukan langsung oleh Agus.
Sebelum terjerat kasus e-KTP, Novanto sudah beberapakali disebut-sebut dalam sejumlah perkara.
Mulai dari cessie Bank Bali pada masa pemerintahan Presiden B. J. Habibie dan Presiden Megawati Soekarnoputri sampai yang mencuat tahun lalu, kasus yang kemudian dikenal skandal "papa minta saham" terkait PT. Freeport Indonesia. Kasus ini berawal dari laporan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said (ketika itu).
Pada kasus cessie Bank Bali, Novanto merupakan direktur utama PT. Era Giat Prima dan penyidik kemudian menerbitkan SP3.
Dalam kasus e-KTP, Novanto disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 200, junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
"Kami membawa (Setya Novanto) ke penyidikan ini tidak serampangan, kami punya dua alat bukti yang kuat," kata Agus di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (17/7/2017).
Komisi antirasuah menduga Ketua Umum Partai Golkar terlibat dalam proses penganggaran atau pengadaan barang dan jasa. Novanto juga diduga mengkondisikan pemenang pengadaan proyek senilai Rp5,9 triliun tersebut.
Agus menegaskan dalam persidangan yang akan datang, jaksa KPK akan membeberkan bukti dugaan keterlibatan Novanto dalam kasus tersebut. Ia juga meminta semua pihak untuk mengikuti proses kasus ini sampai ke pengadilan.
"Banyak bertanya soal materi pemeriksaan, kita akan gelar di pengadilan. Kita akan buka semua bukti di pengadilan," kata Agus.
Konferensi pers pengumuman penetapan Novanto menjadi tersangka dilakukan langsung oleh Agus.
Sebelum terjerat kasus e-KTP, Novanto sudah beberapakali disebut-sebut dalam sejumlah perkara.
Mulai dari cessie Bank Bali pada masa pemerintahan Presiden B. J. Habibie dan Presiden Megawati Soekarnoputri sampai yang mencuat tahun lalu, kasus yang kemudian dikenal skandal "papa minta saham" terkait PT. Freeport Indonesia. Kasus ini berawal dari laporan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said (ketika itu).
Pada kasus cessie Bank Bali, Novanto merupakan direktur utama PT. Era Giat Prima dan penyidik kemudian menerbitkan SP3.
Dalam kasus e-KTP, Novanto disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 200, junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.