Namun, keesokan hari, mereka berdua tak bisa bertemua kepala sekolah yang disebut anak buahnya sedang tak ada di tempat.
“Saya akhirnya berbicara dengan kepala sekolah lewat sambungan telepon. Ternyata kepala sekolah justru mengatakan mereka tak mau menerima siswa non-Muslim. Kalau mau tetap sekolah di situ, anak saya harus pakai jilbab dan ikut acara keagamaan. Akhirnya, saya memutuskan tak jadi menyekolahkan anak di sana,” tuturnya.
Keduanya lantas mengadukan hal tersebut kepada Dinas Pendidikan Banyuwangi. Kepada mereka, Kepala Disdik setempat, Sulihtiyono mengatakan baru mengetahui adanya kebijakan seperti itu.
“Setelah menerima laporan, kami cek ke sekolah. Mereka mengatakan itu adalah kebijakan kepala sekolah, kebijakan lokal. Akhirnya kami sarankan agar YSA pindah ke SMPN 1,” tutur Kepala Dinas Pendidikan setempat, Sulihtiyono seperti dilansir Antara.
Baca Juga: Heboh, Ditemukan Uang Ratusan Juta Rupiah di Lemari Loak
Meski berat hati, YSA dibantu disdik setempat mengajukan permohonan pindah ke SMPN 1 Genteng.
Namun, kisah tersebut tak terhenti hingga di situ. Informasi mengenai diskriminasi siswa itu sampai ke telinga Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.
"Saya dapat info itu kaget sekali. Saya telepon Pak Sulihtiyono (kepala dinas pendidikan), dan minta itu dicek. Ternyata itu aturan inisiatif pimpinan sekolahnya," jelas Anas.
"Terus terang saya kecewa. Kita ini pontang-panting jaga kerukunan umat, kok masih ada paradigma seperti ini. Kalau berjilbab untuk pelajar Muslim kan tidak masalah, tapi ini diterapkan secara menggeneralisasi tanpa melihat latar belakang agama pelajarnya," imbuh dia.
Kecewa bercampur marah, Bupati Anas langsung memerintahkan Sulihtiyono agar menghapus kebijakan SMPN 3 Genteng yang mendiskriminasi calon siswa non-Muslim.
Baca Juga: Militannya Sering Utang, Restoran Terakhir ISIS di Irak Bangkrut
Minta Maaf