Cerita Guru Anak Berkebutuhan Khusus, Sabar dan Perjuangan Ekstra

Siswanto Suara.Com
Senin, 17 Juli 2017 | 15:07 WIB
Cerita Guru Anak Berkebutuhan Khusus, Sabar dan Perjuangan Ekstra
Gerakan Kesejahteraan untuk Tunarungu Indonesia (Gerkatin) melakukan sosialisasi belajar bahasa isyarat di Car Free Day (CFD), Jakarta, Minggu (11/9).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Aksi bully terhadap anak berkebutuhan khusus tak hanya terjadi di lingkungan rumah, bahkan sampai terjadi di lingkungan universitas. Kejadian terakhir menimpa Farhan, mahasiswa semester II, angkatan 2016, jurusan Sistem Informasi di Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi, Universitas Gunadarma, yang videonya sampai viral dan memunculkan kecaman dari publik.

Kasus semacam itu menjadi salah satu alasan orangtua khawatir menyekolahkan putra atau putri mereka yang berkebutuhan khusus di sekolah formal.

Pengajar sekolah swasta di Tanjungpandan, Belitung, Berinda Natalia (21), mengakui adanya fenomena kekhawatiran orangtua itu.

''Orangtua cenderung takut menyekolahkan anaknya, takut anak mereka dibully. Karena banyak yang tidak bisa menerima kekurangan mereka,'' kata Berinda kepada Suara.com via aplikasi WhatsApp, Senin (17/7/2017).

Berindra mengungkapkan anak berkebutuhan khusus terkadang mendapatkan stigma negatif dari orangtua anak yang normal.

''Banyak yang ngomong, anaknya nggak bisa diem, terus suka memukul. Banyak nggak pengertian. Karena kan kita bukan sekolah luar biasa. Jadinya lebih banyak omongan orangtua lain gitu,'' ujarnya.

Berinda kemudian menceritakan pengalaman menghadapi anak-anak berkebutuhan khusus. Mereka umumnya pintar, tetapi memang punya kekhususan. Menghadapi mereka, katanya, memerlukan kesabaran, apalagi dalam hal pelajaran.

''Hadapinnya harus dengan penuh kesabaran. Memberi pelajarannya juga yang monoton. Misalnya dalam satu minggu, kita hanya kasih dua pelajaran untuk mereka pelajari, dan diajari secara berulang-ulang,'' katanya.

Ketakutan tak hanya dirasakan orangtua, anak-anak berkebutuhan khusus juga terkadang mengalami ketakutan.

''Iya, kadang ada rasa takut. Itu pun takutnya karena situasi baru, belum terbiasa. Biasanya juga pas hari pertama sekolah,'' kata dia.

Membimbing anak-anak berkebutuhan khusus, kata Berinda, membutuhkan perjuangan ekstra.

''Iya kadang capek, apalagi kalau mereka sedang aktif-aktifnya. Terus kadang juga kan mereka mood-moodan belajarnya. Kalau moodnya lagi nggak bagus, susah,'' katanya.

Walau memiliki kebutuhan khusus, kata Berinda, anak-anak tersebut memiliki kelebihan yang mungkin tidak dimiliki anak lainnya.

''Kelebihan mereka ya, mereka tahu mana orang yang bener-bener mengasihi atau sayang sama mereka sih,'' ujar Berinda. [Sarah Andinie]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI