Suara.com - Kasus bully terhadap Farhan, mahasiswa semester II, angkatan 2016, jurusan Sistem Informasi di Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi, Universitas Gunadarma, yang dilakukan tiga temannya menjadi perhatian publik. Betapa tidak, Farhan merupakan anak berkebutuhan khusus.
Hidup berkebutuhan khusus bukan pilihan bagi anak dan orangtua. Itu sebabnya, lingkungan harus berempati dengan mereka.
Wiwi Rosewi (41) merasakan sendiri betapa butuh perhatian khusus dalam membimbing putrinya yang tunarungu agar tetap bisa menjalani kehidupan secara baik.
Putri Wiwi punya nama panggilan Dinda (8). Orangtua menyadari kalau Dinda punya masalah pendengaran sejak usia enam bulan.
"Saat itu ibu baru tahu Dinda tunarungu saat enam bulan, pas itu kan (awalnya) Dinda panas, terus dibawa ke dokter dan dikasih obat. Ternyata obatnya dosisnya ketinggian, Dindanya tidak kuat terus kulitnya merah-merah. Langsung dong dibawa ke rumah sakit dan di situ baru tahu Dinda tunarungu," kata Wiwi kepada Suara.com di Bendungan Melayu, Jakarta Utara. Senin, (17/7/2017)
Ketika baru tahu masalah anaknya, Wiwi mengaku sedih sekali. Tetapi, dia tidak mau terlalu lama larut dalam kesediaan. Dia harus menerima. Wiwi berusaha tegar.
"Walaupun ibu sedih dan tahu Dinda tunarungu dan itu pas kena penyakit Stevens Johnson, tetapi ada dukungan dari saudara sekitar jadi mencoba untuk tegar," ujarnya
Di awal-awal pergaulan, kata Wiwi, Dinda terkadang menjadi sasaran bully dari teman-temannya. Wiwi berusaha menyadari bahwa mereka masih anak-anak dan dia berkewajiban untuk memberikan pengetahuan agar nanti jangan lagi mengejek teman.
"Kadang temen di gang suka ngeledek karena Dinda bicaranya tidak jelas. Kadang ibu marahin mereka terus besoknya tidak ngeledekin lagi," kata Wiwi
Untuk mendukung aktivitas sehari-hari, Dinda memakai alat bantu dengar. Kadang, Dinda merasa tidak nyaman sehingga menolak. Tetapi, Wiwi tidak terus memberikan informasi mengenai pentingnya memakai alat tersebut.
"Alat bantukan berisik gitu dan Dinda kadang-kadang risih, tapi ibu tetep maksa, kadang kasihan pakai alat bantu dan kalau udah gitu copot aja. Kadang-kadang cuma sekolah doang pas pakai alat bantu" ujar Wiwi
Saat ini, Dinda bersekolah di SLB Negeri 4, Jakarta Utara. Wiwi bersyukur bisa ikut peserta Kartu Jakarta Pintar.
Wiwi mengatakan putrinya mempunyai bakat menggambar dan dia sering mengikuti lomba-lomba gambar tingkat Jakarta.
Wiwi mengakui butuh perjuangan ekstra untuk membesarkan dan mendidik putrinya. Tetapi, dia tidak menyerah. (Rani Febriyani)