Wiranto: Perppu Ormas Bukan Rekayasa Pemerintah Jokowi

Jum'at, 14 Juli 2017 | 12:53 WIB
Wiranto: Perppu Ormas Bukan Rekayasa Pemerintah Jokowi
Menkopolhukam Wiranto dan Forum Advokat Pengawal Pancasila [suara.com/Ummi Hadyah Saleh]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Forum Advokat Pengawal Pancasila mendukung penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Hal ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto usai bertemu dengan perwakilan forum di kantor Kementerian Polhukam, Jakarta, Jumat (14/7/2017).

Dalam audiensi tadi, kata Wiranto, forum advokat menyatakan mereka sudah mengkaji perppu dan mereka setuju.

"Nah upaya kajian itu sinkron dengan apa yang dilakukan pemerintah melalui kajian-kajian yang mengundang pakar-pakar hukum tata negara dan pakar administrasi negara. Pada pagi hari ini, mereka menyatakan dukungan sepenuhnya terhadap keluarnya Perppu Nomor 2 dari pemerintah tentang perubahan UU Keormasan Nomor 17 Tahun 2013," ujar Wiranto.

Wiranto bersyukur pakar hukum tata negara dan administrasi negara memahami urgensi penerbitan perppu untuk penyelamatan negara.

"Sebab banyak pihak yang menafsirkan bahwa perppu ini seakan-akan kerjanya pemerintah, rekayasa pemerintah atau perorangan. Rekayasa di pemerintahan Pak Jokowi, direkayasa di menkopolhukam, bukan. Sama sekali bukan," kata dia.

Wiranto menekankan penerbitan perppu didasari kepentingan yang mendesak untuk menyelamatkan NKRI. Wiranto berharap kebijakan ini jangan dipolitisasi.

"Perppu ini adalah kepentingan-kepentingan yang mendesak untuk menyelamatkan NKRI, untuk stabilitas, agar pembangunan kita berlanjut tanpa ada perubahan apa pun. Karena itu kembali tadi, selebihnya nanti silakan karena kami berpendapat bahwa jangan sampai perppu ini dipolitisir untuk diperhadapkan pemerintah dengan pihak-pihak lain," kata dia.
 
Dipertanyakan
 
Pengacara dari Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI Kapitra Ampera mempertanyakan urgensi dan motivasi penerbitan perppu.

"Artinya begini, perppu harus dilahirkan atas dasar situasi yang amat genting. Kegentingan ini ukurannya apa? Ukurannya adalah situasi yang kaustik. Nah, apakah sekarang situasi negara sudah emergency?" kata Kapitra kepada Suara.com, Kamis (13/7/2017).

"Kalau merujuk pada FPI, apa yang dilakukan FPI? Kan FPI menyampaikan pendapat, menuntut keadilan," Kapitra menambahkan.

Menurut Kapitra kegentingan seperti apa yang dijadikan dasar penerbitan perppu harus dijelaskan kepada publik.

"Sekarang ini kan aman-aman saja. Justru kebijakan negara yang kadang membingungkan. Itu yang harus diperbaiki, sebenarnya," kata dia.

"Apa yang jadi motivasi itu yang harus dibuka sebenarnya. Apakah negara ini emergency, kaustik, terancam? Kan tidak," Kapitra menambahkan.

Kapitra menilai penerbitan perppu mengabaikan asas demokrasi. Dia mengkritik keras penghilangan pasal-pasal yang mengharuskan pembubaran ormas melalui mekanisme pengadilan.

"Terus ada pengamputasian pasal-pasal yang krusial dalam perppu itu. Artinya lembaga peradilan yang berhak bubarkan ormas itu dihapus oleh Presiden sehingga nanti tidak ada check and balance. Bisa saja nanti ada unsur subyektifitas," kata Kapitra.

Lembaga peradilan diperlukan untuk menilai perkara secara obyektif sebelum ada keputusan.

"Sekarang kan jadinya sekarang pemerintah yang memberikan izin ormas, sekaligus bisa membubarkan. Kan tidak ada check and balance," kata dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI