Suara.com - Mantan Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva dihukum 9 tahun enam bulan penjara, karena dinyatakan bersalah melakukan korupsi.
Vonis tersebut, seperti dilansir Agence France-Presse, Kamis (13/7/2017), dijatuhkan majelis hakim dalam persidangan yang digelar pada Rabu (12/7).
Hukuman terhadap Lula tersebut merupakan pukulan terhadap kekuatan politik "Kiri" di Brasil.
Baca Juga: Ulama Lebanon dan Politikus Suriah Berkelahi saat Siaran Langsung
Sebab, Lula naik ke tampuk kekuasaan selama periode 2003-2010 melalui Partai Buruh Brasil dan didukung sejumlah organisasi berhaluan kiri.
Lula juga menjadi ikon politik kiri di Brasil maupun Amerika Latin, yang memilih jalan pemilihan umum sebagai metode perjuangan.
Sergio Moro, hakim pengadilan antikorupsi Brasil, menyatakan Lula menerima uang suap senilai USD 1,1 miliar dan barang mewah berupa apartemen.
Meski sudah divonis, Lula belum akan dieksekusi dalam waktu dekat. Sebab, kubu penasihat hukumnya menyatakan banding atas putusan tersebut.
"Kami akan melakukan perlawanan dan membuktikan semua ini adalah tuduhan yang dibuat-buat," tutur pengacara Lula.
Baca Juga: Baghdadi Tewas, Tal Afar Berontak Deklarasi Negara Islam Sendiri
Vonis tersebut dinilai bisa menjadi batu sandungan bagi Lula yang sudah menyatakan bakal kembali ke pentas politik, sebagai calon presiden pada pemilihan umum Oktober 2018.
Sejumlah analis menilai, vonis terhadap Lula itu merupakan "pesan" terhadap seluruh partai politik berhaluan "Kiri" agar tidak kembali berkuasa.
Pasalnya, setelah Lula, brasil kembali dipimpin oleh perempuan politikus Partai Buruh dan juga mantan gerilyawan, Dilma Rousseff.
Belakangan, tahun 2016, Dilma sudah dimakzulkan dari kursi kepresidenan oleh parlemen Brasil dengan tuduhan memanipulasi anggaran. Pemecatan Dilma itu juga menandai akhir kekuasaan Partai Buruh di pemerintahan Brasil yang sudah berjalan selama 13 tahun terakhir.