Suara.com - Tim perempuan pelajar Afghanistan dan Gambia sempat ditolak masuk ke Amerika Serikat. Padahal, tim tersebut merupakan peserta kompetisi robotik di Washington DC.
Sejatinya, pemerintah AS melarang akses masuk bagi murid-murid dari negara-negara yang berpenduduk mayoritas muslim untuk masuk dan berpartisipasi dalam kompetisi tersebut.
Kebijakan itu adalah turunan dari perintah Presiden Donald Trump yang menerapkan larangan masuk bagi pengunjung sejumlah negara berpenduduk mayoritas Islam.
Larangan terhadap pelajar Afghanistan dan Gambia tersebut, seperti dilansir Agence France-Presse, Kamis (13/7/2017), memicu kemarahan publik.
Baca Juga: Pansus Hak Angket Kunjungi Kejagung, Bahas Jaksa di KPK
Alhasil, Presiden Trump disebut memerintahkan otoritas keimigrasian untuk membolehkan tim itu memasuki wilayah AS.
Ivanka Trump, staf ahli sekaligus putri presiden, merupakan sosok yang mengupayakan pihak keimigrasian memberikan visa kunjungan kepada kedua tim tersebut.
“Saya menyatakan selamat datang kepada gadis-gadis Afghanistan dan kompetitor mereka di Washington DC pekan depan,” tulis Ivanka melalui akun resmi Twitter miliknya.
Joe Sestak, Presiden Global First—organisasi yang menyelenggarakan kompetisi itu—menyatakan kegembiraannya setelah tim Afghanistan dan Gambia dibolehkan masuk dan berkompetisi.
"Saya sangat berterima kasih kepada Pemerintah AS serta Departemen Luar Negeri untuk memastikan Afghanistan dan juga Gambia dapat bergabung dengan kami untuk kompetisi internasional tahun ini," kata Joe.
Baca Juga: Jokowi Minta Diskon saat Beli Kemeja, Penjaga Toko Menolak
Joe menuturkan, tidak ada satu pun alasan rasional untuk menolak masuk tim dari kedua negara tersebut. Sebab, tim-tim dari negara Muslim lain, yakni Yaman, Libya, dan Maroko, juga turut hadir.