Suara.com - Pakar hukum Todung Mulya Lubis menilai pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra salah karena menganggap KPK sebagai badan eksekutif sehingga DPR berhak melakukan angket terhadap lembaga antirasuah.
"Sehingga saudara Yusril salah, kalau dia menganggap KPK adalah bagian eksekutif. Saya kira pembahasan tradisional mengenai ilmu tata negara memang menghasilkan orang seperti Yusril, yang melihat arsitektur kenegaraan kita itu hanya eksekutif, legislatif, dan yudikatif," ujar Todung dalam diskusi bertema Implikasi Pelemahan KPK terhadap Pemberantasan Korupai dan Pemenuhan HAM di kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (12/7/2017).
Menurut Todung lembaga KPK bukan termasuk badan eksekutif.
"Saya menolak hak angket karena KPK bukan eksekutif, bukan legislatif, bukan yudikatif, tapi mereka mempunyai fungsi yudisial. Selama dia melaksanakan yudisial ada proses hukum yang dilakukan oleh KPK ada proses justice flow atau alur keadilan disana," kata Todung.
Todung mengakui bahwa arsitektur perkembangan tata negara modern sudah berubah.
"Tapi perkembangan tata negara yang modern arsitekturnya sudah berubah sama sekali. Maka lembaga seperti KPK, PPATK dan Komnas HAM dan sebagainya buka seperti itu," kata Todung.
Yusril menyampaikan pendapatnya terkait hak angket terhadap KPK setelah diundang panitia khusus angket DPR pada Senin (10/7/2017).
"Dalam hal ini saya diminta pendapat sebagai akademisi, posisi KPK jelas bukan yudikatif yang mengadili, juga bukan legislatif seperti DPR, tapi sebagai eksekutif karena melakukan penyelidikan, penyidikan dan penangkapan. DPR bisa melakukan angket sejak KPK berdiri," kata Yusril.
Yusril mengatakan KPK sejak awal dibuat untuk memperkuat kepolisian dan kejaksaan. Ketika kedua lembaga tersebut sudah kuat, maka KPK dapat dibubarkan karena sifatnya.tidak permanen.