Suara.com - Dosen Teknik sipil Universitas Bung Karno (UBK) bernama Indrawan Sastronagoro, sempat mengajukan kasus unik untuk disidangkan di Mahkamah Konstitusi.
Indrawan menggugat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi ke MK, karena menilai produk hukum itu menyekutukan Allah atau Tuhan alias syirik. Namun, MK akhirnya menolak seluruh gugatan sang dosen.
Kasus tersebut sebenarnya diputus pada 19 Juni 2017. Namun, risalah kasus itu menjadi bahan pembicaraan dan viral di media sosial pada Selasa (11/7/2017) pekan ini.
Menurut risalah yang diakses Suara.com di laman daring mahkamahkonstitusi.go.id, Rabu (12/7), perkara itu bermula pada tanggal 25 Agustus 2016, yakni saat Indrawan akhirnya memutuskan menggugat UU Energi ke MK.
Baca Juga: Bukan Politik, Hermansyah Dibacok karena Mobilnya Diserempet
Indrawan mengugat UU itu karena Pasal 1 angka 4 perangkat hukum itu dianggap menyekutukan Tuhan. Pasal itu sendiri tertulis sebagai berikut:
"Sumber energi baru adalah sumber energi yang dapat dihasilkan oleh teknologi baru baik yang berasal dari sumber energi terbarukan maupun sumber energi tak terbarukan, antara lain nuklir, hidrogen, gas metana batubara (coal bed methane), batu bara tercairkan (liquified coal) dan batu bara tergaskan (gasified coal)."
Alasan hukum uji materi menurut Indra adalah, bunyi pasal itu bertentangan dengan Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: "Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa".
"Saya, pemohon yang beragama Islam merasa kecewa, prihatin, tersinggung, sehingga pikiran kurang tenang, yang menyebabkan produktifitas menurun," terang Indrawan menjelaskan kerugian material yang dirasakannya gara-gara UU Energi itu.
Ia mengatakan, pasal itu mengartikulasikan praktik penyekutukan Tuhan. Sebab, yang menggunakan teknologi baru adalah manusia. Dengan demikian, manusia dianggap memunyai kekuatan mencipta seperti Tuhan.
Baca Juga: Presiden Jokowi Sudah Tandatangani Perppu Pembubaran HTI
"Pasal 1, angka 4 tersebut menyekutukan Tuhan, karena yang menggunakan teknologi baru adalah manusia, bukan hewan. Itu artinya manusia dengan teknologi baru bisa menghasilkan sumber energi baru, jadi sama pintar, menyamai Tuhan Yang Maha Esa. Inilah yang disebut syirik. Karena, dalam agama Islam, tidak ada yang menyamai Tuhan Yang Maha Esa," jelas Indrawan, seperti dalam risalah MK.