Suara.com - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, pejabat di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya menghadiri panggilan Panitia Khusus (Pansus) Angket KPK.
Katanya, sebagai lembaga negara yang baik, KPK harus tunduk kepada konstitusi yang ada.
"Apapun putusan dari lembaga negara (DPR) itu suka atau tidak suka ya harus dijalani," kata Yusril di DPR, Jakarta, Senin (10/7/2017).
Yusril menilai, pembentukan Pansus Angket KPK ini sudah sesuai dengan prosedur dan tidak dipenuhi adanya kecacatan. Sebab, Pansus ini disahkan dan dibentuk dari hasil Rapat Paripurna.
Baca Juga: Yusril Sarankan KPK Gugat ke Pengadilan Jika Tolak Pansus
"Bukan lantas kalau ada prosedurnya terus lantas ada cacat terus kita tidak patuhi," kata dia.
Dia mengibaratkan tindakan KPK ini dengan seseorang yang ditangkap polisi, namun kemudian orang yang ditangkap tersebut menolak karena menganggap tindakan polisi ini ilegal.
Menurut Yusril, bila ada pihak-pihak menganggap keputusan lembaga dengan subjektif seperti ini, hal itu akan menimbulkan masalah dalam berkehidupan bernegara. Sehingga, lebih baik tidak dilakukan.
"Jadi bukan persoalan kita yang secara subyektif yang mengatakan ini sah atau tidak sah kemudian kita tidak patuh. Coba kita bangun bagaimana hidup bernegara yang baik dan benar, menurut saya harus dicontohkan oleh pimpinan bagi lembaga-lembaga itu sendiri," tuturnya.
Karenanya, dia mengatakan, sebagai lembaga hukum, KPK bisa menindaklanjuti masalah ini sesuai dengan proses hukum. Dia juga menyarankan, supaya KPK tidak melakukan perlawanan politik dengan membangun opini.
Katanya, KPK bisa mengajukan gugatan ke pengadilan bila tidak terima dengan pembentukan Pansus ini.
Setelah ada putusan pengadilan, Yusril mengatakan, KPK jadi punya alasan yang kuat ketika tidak menghadiri rapat dengan Pansus.
"Saya kira ilegal atau tidak ilegalnya itu bukan KPK yang menentukan, mustinya pengadilan yang memutuskan ilegal atau tidak," tuturnya.
Yusril tidak menerangkan kemana KPK harus menempuh proses hukum itu. Katanya, KPK bisa menempuhnya melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau Pengadilan Negeri untuk melakukan gugatan ini.
"Saya nggak mau mengajari KPK, nanti mereka kan pasti tahu, mau dibawa ke PTUN atau PN itu saya nggak mau ngajari detail, tapi dibawa ke ranah hukum saja untuk menyelesaikan masalah ini," kata dia.