Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam sebagai tersangka, dalam penyidikan tindak pidana korupsi penyalahgunaan kewenangan dalam persetujuan dan penerbitan izin usaha pertambangan di Sultra 2008-2014.
"Jadi kami akan ada pemeriksaan, dan kami akan lihat dulu pemeriksaannya seperti apa," kata Ahmad Rifai, kuasa hukum Nur Alam di gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/7/2017).
Nur Alam sudah tiba di gedung KPK, namun tidak memberikan komentar terkait pemeriksaannya kali ini.
Baca Juga: Zakir Naik Diduga Bikin Firma Palsu Selewengkan Uang Zakat
KPK belum menahan Nur Alam walaupun telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Agustus 2016.
"Ini bukan masalah ditahan, tetapi kami akan berikan keterangan sebagaimana penggilan oleh teman-teman penyidik KPK ini. Ini kan semuanya menggunakan asas praduga tak bersalah," kata Rifai.
Sebelumnya, Nur Alam juga pernah mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Namun, Hakim Tunggal I Wayan Karya menolak seluruh permohonan praperadilan Nur Alam yang dibacakan pada 12 Oktober 2016 lalu.
Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK berdasarkan surat perintah penyidikan KPK pada 15 Agustus 2016 karena diduga terlibat korupsi dengan mengeluarkan Surat Keputusan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan Eksplorasi.
Baca Juga: Polisi: Video Kaesang Belum Tentu Bisa Dipidanakan
Terkait hal itu, ia juga diduga korupsi karena mengesahkan Surat Keputusan (SK) Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Ekslorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah.
Perusahan itu melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.
Nur Alam dalam perkara ini disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) 2013, Nur Alam diduga menerima aliran dana sebesar USD4,5 juta atau setara dengan Rp50 miliar dari Richcorp Internasional, yang dikirim ke bank di Hong Kong dan sebagian di antaranya ditempatkan pada tiga polis AXA Mandiri.
Richcorp, melalui PT Realluck International Ltd (saham Richcop 50 persen), merupakan pembeli tambang dari PT Billy Indonesia.