Suara.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menampik isu pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta ke luar Pulau Jawa mendapat bantuan pemerintah Tiongkok.
"Tidak ada urusan Tiongkok ikut urus ibu kota kita. Tidak ada itu. Kau pikir negeri ini miskin. Tidak ada Tiongkok ikut urus campur ibu kota kita," tegasnya ditemui di Kemenko Kemaritiman Jakarta, Rabu (5/7/2017).
Luhut juga mengakui tidak tahu keputusan mengenai pemindahan ibu kota, termasuk lokasi pemindahan.
Baca Juga: Kim Jong Un: Rudal Antarbenua, Hadiah Kami untuk Ultah AS
"Tidak tahu saya, coba nanti tanya Pak Bambang (Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional)," pintanya.
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menargetkan kajian pemindahan ibu kota dari Jakarta ke wilayah baru di luar Pulau Jawa akan selesai tahun ini. Kajian pemindahan ibu kota, termasuk skema pendanaan, akan rampung tahun ini.
"Tahun 2018 atau 2019 sudah mulai ada kegiatan terkait dengan pemindahan pusat administrasi pemerintahan," kata Bambang.
Bambang mengatakan, ada sejumlah kota kandidat yang berpotensi menjadi ibu kota baru. Salah satu kandidat ibu kota baru adalah Palangkaraya, Kalimantan Tengah, meski belum ada keputusan.
Ia menuturkan, tim Bappenas sedang menganalisis kriteria wilayah, kemudian kesiapan dan ketersediaan lahan, hingga sumber pendanaan untuk pembangunan ibu kota baru tersebut.
Baca Juga: Abu Sayyaf Penggal Dua Pelaut Vietnam di Filipina
Rencana pemindahan ibu kota muncul kembali karena adanya kebutuhan pembentukan pusat ekonomi baru.
Menurut dia, Pulau Jawa terlalu mendominasi kegiatan perekonomian Indonesia. Itu pun aktivitas perekonomian di Jawa lebih banyak terkosentrasi di kawasan Jabodetabek atau DKI Jakarta, belum merata ke seluruh lapisan.
"Maka, perlu membangun pusat perekonomian baru di luar Pulau Jawa," ujar Bambang di Pangkalpinang, Bangka Belitung, April lalu.
Bila rencana tersebut benar-benar terealisasi, beban Jakarta yang kini dianggap terlalu berat, karena berperan ganda sebagai pusat pemerintahan, keuangan sekaligus pusat bisnis, dapat berkurang.
Meski berkurang, Bambang meyakini, kalaupun Ibu Kota negara pindah dari DKI Jakarta, pusat aktivitas bisnis akan tetap berada di Jakarta.
Namun, pada media sosial, isu liar berkembang mulai dari adanya bantuan Tiongkok dan lainnya untuk rencana besar itu.