Suara.com - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mendorong pemerintah bersama DPR mengevaluasi kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi karena dinilainya banyak menimbulkan kontroversi dalam melaksanakan kerja pemberantasan korupsi.
"Sebagai kepala negara, kepala pemerintahan, evaluasi jalannya lembaga negara ini jangan pakai emosi, mitos atau fiksi-fiksi. Tebarkan di atas meja, kita bahas bersama-sama," kata Fahri di gedung Nusantara III, Jakarta, Selasa (4/7/2017).
Fahri mengusulkan hal itu karena kinerja KPK dianggapnya banyak menuai kontroversi, salah satu yang dipersoalkannya terkait kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik.
Dia menilai proses pengusutan proyek tersebut adalah omong kosong karena menggunakan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan kasus itu dianggapnya merupakan permainan segelintir pihak.
"Saya tegaskan, yang bisa menentukan kerugian negara hanya BPK, jangan bikin khayalan diluar, mentang-mentang ada penyidik KPK bilang ada kerugian Rp2,3 triliun lalu kita percaya saja," ujarnya.
Dia juga menyoroti penetapan bekas politisi Hanura Miryam S. Haryani dan kader Golkar Markus Nari sebagai tersangka namun deliknya bukan terkait korupsi, melainkan keterangan fiktif.
Fahri menilai kalau dari hasil evaluasi menunjukkan bahwa KPK belum layak dibubarkan seperti 10 lembaga non struktural pada 2014, maka hal itu tidak masalah.
"Yang penting dilakukan evaluasi dahulu, setelah itu baru rekomendasi yang dikeluarkan," katanya.
Presiden Jokowi membubarkan 10 lembaga non-struktural dengan dasar hukum Peraturan Presiden Nomor 176 Tahun 2014, dilakukan sesuai hasil rekomendasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Sementara itu rapat internal pansus KPK pada Kamis (22/7/2017) menyepakati beberapa hal, salah satunya Pansus pertama kali akan dimulai dari tata kelola anggaran di KPK termasuk pendalaman soal laporan temuan Badan Pemeriksa Keuangan terkait tujuh pelanggaran pengelolaan anggaran KPK pada tahun 2015.