Tanggapan Jaksa Atas Eksepsi Buni Yani

Selasa, 04 Juli 2017 | 15:32 WIB
Tanggapan Jaksa Atas Eksepsi Buni Yani
Buni Yani (kanan), tersangka kasus dugaan penyebaraan ujaran kebencian di media sosial, dan pengacaranya, Aldwin Rahardian (kiri), Di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (10/4/2017). [Suara.com/Agung]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Jaksa penuntut umum bacakan tanggapan atas sembilan poin eksepsi yang disampaikan penasehat hukum Buni Yani atas kasus dugaan pelanggaran Undang-undang ITE di gedung Perpustakaan dan Arsip Pemerintah Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (4/7/2017).

"Kami punya kewenangan bahwa kami bisa menambah pasal, tapi tidak bisa mengurangi," ujar jaksa Muhammad Andi Taufik, Selasa (4/7/2017).

Dalam pembacaan tanggapan eksepsi, salah satu poin yang disoroti yakni menjawab keberatan tim kuasa hukum terhadap penambahan pasal 32 ayat 1 UU ITE yang dibebankan pada Buni Yani.

Andi mengatakan penambahan pasal tersebut memang tidak melalui proses pemeriksaan dan penyelidikan. Namun, hal tersebut sudah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

"Kalaupun tidak dicantumkan kami bisa menambah. Tidak ada masalah, dasar hukumnya ada KUHAP 138, 139. Setelah terdakwa mempelajari berkas perkara ternyata bisa ditambahkan pasalnya," kata dia.

Selain itu, JPU juga menanggapi poin eksepsi lainnya mengenai kompetensi relatif Pengadilan Negeri Bandung atas pemindahan ruang sidang oleh Mahkamah Agung yang dikeluhkan penasehat hukum.

Menurut jaksa, pemindahan loksi persidangan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung sudah sesuai dengan Undang-undang nomor 35 tahun 1999 tentang kekuasaan kehakiman.

"Menyangkut kompetensi relatif bahwa Mahkamah Agung tidak berwenang (memindahkan persidangan) itu tidak benar," kata dia.

Sementara eksepsi tentang penyusunan surat dakwaan yang tidak berdasarkan ketentuan UU No 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, menurut jaksa penyusunan surat dakwaan sudah seusai dengan ketentuan dan disusun secara cermat dan teliti.

"Sehingga kami penuntut umum menyatakan bahwa permohonan yang diajukan dan dibacakan oleh terdakwa tidak beralasan. Kami juga memohon yang mulia menolak eksepsi itu," kata dia.

Pada persidangan sebelumnya, tim kuasa hukum Buni Yani menyampaikan sembilan poin eksepsi.

Pertama, eksepsi tentang Kompetensi Relatif Pengadilan Negeri Bandung. Kedua, eksepsi tentang Penggunaan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang No ll Tahun 2008 Tentang Informasi & Transaksi Elektronik.

"Sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam surat dakwaan kedua yang melanggar asas legalitas atau asas retroaktif yang terdapat dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP," ujar salah satu kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian.

Ketiga, Eksepsi tentang Uraian Perbuatan Terdakwa yang tunggal tetapi diterapkan terhadap dua pasal yang saling berbeda unsurnya yang terdapat dalam dakwaan kesatu dan kedua pada surat dakwaan jaksa penuntut umum.

Kemudian yang keempat, eksepsi tentang uraian perbuatan terdakwa yang tidak jelas yang terdapat dalam dakwaan kesatu dari surat dakwaan jaksa penuntut umum.

Kelima, eksepsi tentang penyusunan surat dakwaan yang tidak berdasarkan ketentuan Undang-undang nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) karena mendakwakan pasal yang tidak pernah disangkakan terhadap terdakwa dan tidak terdapat dalam berkas perkara, sebagai dakwaan dengan Pasal yang dimunculkan tiba-tiba.

Selanjutnya poin keenam, eksepsi tentang ketidaksesuaian antara uraian perbuatan dalam surat dakwaan kedua dengan pasal yang didakwakan. Ketujuh, eksepsi tentang pelanggaran hukum yang berkaitan dengan penerbitan surat lemberitahuan dimulainya penyidikan.

"Poin a, diterbitkan dua kali kepada dua instansi kejaksaan yang berbeda yaitu Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. Poin b, diterbitkan bukan di awal penyidikan, dan poin c, pelanggaran terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi No.IWPUGXII/2015," katanya.

Kedelapan, eksepsi tentang hasil penyidikan yang tidak sah yang dikarenakan tidak melanggar Pasal 138 ayat 2 KUHAP Jo Pasal 12 ayat 5 Peraturan Kejaksaan nomor PER-036/AJA/O9/2011 Tentang Standar operasional Prosedur (SOP) Penanganan Tindak Pidana Umum Jo Pasal 1 angka kesatu.

Terakhir, pertimbangan hukum majelis hakim dalam perkara Basuki Tjahaja Purnama Nomor 1537/Pid.B/2016/PN Jakara Utara yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

"Dengan eksepsi itu maka demi tegaknya hukum mohon kiranya majelis hakim memutuskan untuk menerima dan mengabulkan eksepsi dan membatalkan surat dakwaan JPU," kata dia. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI