Suara.com - Mudik Lebaran sambil menikmati objek wisata alam mungkin sudah lazim di banyak tempat, tapi menikmati keindahan arsitektur dan konstruksi rumit di belantara hutan dengan keindahan panorama alam belum tentu mudah ditemui.
Dari yang sedikit itu, keindahan Jembatan Kelok Sembilan dengan panorama alam hutan Bukit Barisan, mungkin menjadi salah satu yang patut dinikmati.
Ya, pemudik yang melewati Provinsi Sumatra Barat (Sumbar)-Riau pastinya akan dimanjakan dengan panorama cagar alam dan gunung-gunung, dan tentu saja kontruksi jembatan yang kokoh. Pemudik, yang umumnya berasal dari Pekanbaru ke Bukittinggi atau Padang bakal langsung disambut keindahan jembatan yang mulai dibangun pada 2003 dan selesai pada 2013 itu.
Bagi pengguna kendaraan roda dua dan roda empat, setelah empat jam perjalanan dari Pekanbaru, Jembatan Kelok Sembilan jadi alternatif terbaik untuk transit melepas penat.
Ade (26), warga setempat, mengakui, Jembatan Kelok Sembilan jadi tempat perhentian bagi pengguna jalan, baik yang datang dari Pekanbaru maupun sebaliknya, yaitu dari Padang atau Bukittinggi. Pengguna jalan hanya berhenti sesaat untuk swafoto, istirahat, minum, atau sebatas cuci mata menikmati pemandangan dan menghirup udara sejuk Bukit Barisan.
“Biasanya ramai, apalagi mau Lebaran. Dari Pekanbaru (tujuan Sumbar) ramai sekali,” katanya, minggu lalu.
Dia menambahkan, sejak jembatan layang tersebut dioperasikan untuk umum pada 2013, banyak pengguna jalan memanfaatkannya untuk istirahat. Posisi persisnya berada dekat perbatasan Sumbar-Riau, sehingga bisa dikatakan setengah perjalanan dari Pekanbaru maupun dari Padang.
Jalan Berkelok Melewati Perbukitan
Nama Kelok Sembilan merujuk pada fakta bahwa jalan ini berkelok-kelok melewati perbukitan di Nagari Sarilamak, Kecamatan Harau, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumbar. Jika direntang lurus, panjang jalan tersebut hanya 300 m dan lebarnya 5 m. Jalan ini dibangun oleh pemerintah Kolonial Belanda pada 1908-1914 untuk memperlancar transportasi dari Pelabuhan Emma Haven (Teluk Bayur) di barat Sumatra ke wilayah timur.
Namun seiring berkembangnya waktu, jalan tak mampu lagi menampung volume kendaraan yang melewati rute tersebut, sehingga kemacetan tak terelakan. Untuk mengatasi masalah tersebut, diusulkanlah pembuatan jembatan layang yang menembus dua bukit yang mengapit jalan tersebut.
Pada 2003, dimulailah pembangunan Jembatan Kelok Sembilan oleh Kementerian Pekerjaan Umum (sekarang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)) dengan konsep green construction atau ramah lingkungan, karena berada di wilayah cagar alam. Pembangunan jembatan dengan biaya Rp 580 miliar itu dikerjakan dalam waktu 10 tahun.
Jembatan Kelok Sembilan dibagi dalam enam jembatan, yang ditambah dengan jalan penghubung sepanjang lebih dari 1,5 km. Keenam jembatan itu masing-masing memiliki panjang yang berbeda.
Jembatan pertama memiliki panjang 20 m, jembatan kedua 230 m, jembatan ketiga 65 m, jembatan keempat yang paling panjang, yaitu 462 m, jembatan kelima 31 m, dan jembatan keenam sepanjang 156 m.
Jadi Ikon Wisata
Jembatan-jembatan tersebut memiliki lebar 13,5 m, sehingga cukup luas bagi kendaraan yang melewatinya. Bahkan sisi jembatan pun luas, sehingga pengguna jalan bisa memarkir kendaraannya. Tak heran jika Jembatan Kelok Sembilan kemudian menjadi lokasi transit dan ikon wisata baru di kawasan itu.
Selain masyarakat, kawasan ini juga diramaikan oleh pedagang. Jika Anda melewati jalur ini, maka Anda akan menemukan pedagang di sisi atas jembatan dari arah Riau. Mereka menyediakan jagung bakar, es kelapa muda, dan makanan kecil lainnya.
Untuk mudik Lebaran tahun ini, pemerintah menyiapkan salah satu poskonya di Jembatan Kelok Sembilan. Posko ini menyediakan alat berat berupa dump truck, eskavator, dan peralatan lainnya untuk mengantisipasi bencana.
“Kami juga menyediakan posko siaga di Kelok Sembilan untuk memastikan jalur Padang-Pekanbaru lancar selama mudik Lebaran,” kata Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) III, Syaiful Anwar, saat memantau kesiapan jalur mudik Lebaran di Sumbar, minggu lalu.
BPJN III menyatakan, jalan sepanjang 205 km ruas Padang-Bukittinggi-batas Riau tersebut dalam kondisi bagus. Bahkan kerusakan jalan akibat banjir dan longsor di Pangkalan awal Maret lalu, yang sempat menyebabkan akses Sumbar-Riau terputus, kini tak tersisa lagi. Jalan sudah berganti menjadi hamparan aspal yang mulus.
(** Artikel ini merupakan kerja sama Kementerian PUPR dan Suara.com)