Suara.com - Ratusan kaum lesbian, gay, biseksual, dan transeksual (LGBT) dan aktivis hak asasi manusia memenuhi jalanan Singapura. Mereka menggelar aksi unjuk rasa untuk memprotes kebijakan diskriminasi berdasarkan orientasi seksual.
Aksi tersebut, seperti dilansir AFP, Sabtu (1/7/2017), digelar di bawah pengawasan ketat aparat keamanan Singapura. Bahkan, warga negara asing (WNA) tak dibolehkan mengikuti parade tersebut.
Aparat kepolisian mendesak setiap orang yang ingin mengikuti aksi bertajuk "kebebasan untuk mencintai" tersebut, menunjukkan kartu identitas.
Adeline Yeo, seorang direktur seni mengakui kecewa atas sikap represif pemerintah Singapura. Sebab, rekannya dari Polandia yang ingin ikut parade terpaksa hanya bisa melihat dari dalam sebuah bar.
Baca Juga: Ledakan Terjadi di Ruko Alat Pesta Pondok Gede
"Mengecewakan. Kalian perlu tahu, tahun lalu, kami berparade di London, Inggris, di belakang Sadiq Khan (Wali Kota London)," tuturnya.
Selain kaum LGBT, parade itu juga diikuti oleh sejumlah keluarga dan perempuan-perempuan Muslim berjilbab.
Untuk diketahui, berdasarkan perundang-undangan era kolonial Inggris, hubungan maupun pernikahan sesama jenis di Singapura dikategorikan sebagai tindak kriminal.