Jakarta, Tunggu Kami Kembali Selepas Magrib....

Reza Gunadha Suara.Com
Sabtu, 01 Juli 2017 | 11:25 WIB
Jakarta, Tunggu Kami Kembali Selepas Magrib....
Pemudik bersepeda motor melintasi jalur Pantura di Pekalongan, Jawa Tengah, Rabu (21/6). [Antara/Harviyan Perdana Putra]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Matahari belum selesai menyiratkan panasnya pada langit barat Karawang, Jawa Barat. Di atas aspal jalan Lingkar Tanjung Pura, berduyun-duyun kuda besi mengalir dari sisi timur demi menghindari jalur kota yang padat.

Beberapa pelaju di atas kendaraan roda dua tetap menerjang debu agar sampai tepat waktu. Sisanya memilih menepi di warung-warung tenda seadanya yang berdiri di sisi jalan raya.

Berkendara sendiri ataupun memboncengkan istri dan anak, para pemudik yang sebagian berasal dari Jawa Barat memilih kembali ke Megalopolis Jakarta lebih awal, pada Kamis (29/6) dan Jumat (30/6), agar bisa beristirahat sebelum kembali beraktivitas pada Senin (3/7).

Baca Juga: Darah Brimob yang Ditikam Teroris Masih Membekas di Karpet Masjid

"Saya dari Majalengka jalan selepas zuhur. Saya sendiri karena anak dan istri kembali pakai mobil jasa perjalanan," kata pemudik asal Majalengka Agus Purnama yang akan kembali ke Tangerang, Banten, seperti dilansir Antara.

Sembari menyantap semangkok mi ayam di warung pinggir jalan, Agus mengaku kembali ke Tangerang pada Jumat (30/6) untuk menghindari puncak arus balik pada Sabtu (1/7) dan Minggu (2/7).

"Lalu-lintas tadi masih lancar. Kalau lancar terus, saya bisa sampai Tangerang selepas magrib. Saya juga mengendarai motornya tidak buru-buru," kata pria berusia 32 tahun itu.

Agus mengakui mengendarai sepeda motor bebeknya sekitar 60 km/jam, karena telah mengantisipasi kemacetan sepanjang Majalengka dan memperkirakan sampai di Tangerang sekitar pukul 19.00 WIB.

Lebaran tahun depan, ia akan memakai sepeda motor lagi untuk mudik, sedangkan anak dan istri tetap memakai mobil jasa perjalanan agar aman.

Baca Juga: Obama Datang, Pejabat Negara 'Banjiri' Kongres Diaspora Indonesia

Sebagaimana Agus, Karyadi bersama istrinya, mengaku bersedia mengendarai sepeda motor demi berjumpa dengan keluarga mereka di Indramayu setelah lima tahun tidak mudik.

"Semula, kami ingin mudik dengan naik bus umum. Tapi, saya kesulitan mencari loket bus di Terminal Pulogebang," kata pria berusia 46 tahun yang tinggal di Pulogadung, Jakarta Timur itu.

Karyadi mengatakan, terminal Pulogebang masih banyak calo tiket bus yang seringkali memaksa calon-calon penumpang untuk tujuan jarak jauh, seperti Semarang, Solo, Yogyakarta, maupun Surabaya.

"Padahal, saya hanya turun di Indramayu. Tapi, saya dipaksa naik bus tujuan Jawa Tengah. Akses masuk ke terminal Pulogebang juga lebih sulit dibanding Pulogadung," kata pekerja pabrik konveksi di Tangerang itu.

Karyadi bersyukur karena mendapatkan pinjaman uang dari saudaranya untuk menambah uang muka kredit sepeda motor, sehingga dapat mudik ke kampung halamannya.

"Saudara saya merasa kasihan dengan kami karena tidak pernah pulang kampung sejak lima tahun. Saya dan istri pun puas dapat bertemu keluarga meskipun berbekal Rp700 ribu sisa uang kontrakan," kata pemudik yang sudah empat kali beristirahat sepanjang Indramayu-Karawang itu.

Meskipun sadar risiko berkendara sepeda motor untuk perjalanan jarak jauh, Karyadi mengatakan keinginan untuk bertemu keluarga dan sekadar memberikan selembaran uang Rp20 ribu kepada keponakan-keponakannya mengalahkan rasa khawatir selama perjalanan bolak-balik Jakarta-Indramayu.

"Saya menitipkan anak kami ke tetangga yang juga akan kembali ke Jakarta dengan bajaj. Kebetulan tadi kami papasan di jalan," kata pria yang baru dikaruniai putra setelah delapan tahun menikah itu.

Karyadi gembira sepanjang perjalanan arus balik ke Pulogadung walau berbekal oleh-oleh beras lima liter dan sekantong ikan asin dari Indramayu.

"Tentu saya memilih mencari nafkah di kampung sendiri dibanding harus berdesak-desakan di Jakarta. Tapi, lapangan pekerjaan di Indramayu tidak banyak. Saya hanya bersyukur karena badan masih sehat. Kalau ada rezeki, saya ingin membuka usaha di kampung," kata Karyadi yang akan kembali melintasi jalur-jalur arteri utara Jawa Barat bersama istrinya, Mursiah.

Berbeda dengan Agus maupun Karyadi, Jumalih mengaku terpaksa berkendara roda dua mudik ke Kuningan, Jawa Barat, bersama anak dan istrinya.

"Lebih lancar pakai sepeda motor dibanding kendaraan umum yang sering terjebak macet. Tentunya, ongkos perjalanan kami juga lebih hemat," kata pria berusia 35 tahun itu.

Jumalih menempuh perjalanan sepanjang 240 kilometer bersama keluarganya menuju Bekasi timur.

Dia mengaku telah empat kali beristirahat sejak berangkat dari Kuningan sekitar pukul 09.00 WIB hingga sampai Karawang sekitar pukul 16.00 WIB itu.

"Mungkin kami akan beristirahat satu kali lagi di sekitar Karawang Barat dan sampai di Bekasi sekitar pukul 19.00 WIB," ujar pekerja kantoran di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat itu.

Jumalih mengaku setiap tahun pulang ke kampung halaman istrinya di Kuningan dengan sepeda motor dan berharap pada musim libur Lebaran tahun berikutnya dapat menyewa mobil bersama saudara atau tetangga sekampung.

Mata yang memerah akibat debu jalanan seakan tidak menggangggu Jumlaih untuk memastikan sepeda motornya tidak melewati lubang-lubang jalan demi keselamatan keluarga.

"Tantangan berkendara bersama anak dan istri tentu lebih besar. Saya hanya berusaha tidak terlalu kencang mengendarai sepeda motor dan memilih berhenti jika kelelahan," ujar pemudik yang juga membawa serta tiga tas ukuran sedang.

Baik Agus, Karyadi, maupun Jumalih sama-sama mempunyai alasan lokasi kampung halaman mereka yang masih berada di wilayah Jawa Barat masih memungkinkan untuk ditempuh dengan sepeda motor.

Sinar matahari semakin meredup di belakang awan bertumpuk di ujung barat Tanjung Pura Karawang. Kuda-kuda besi tetap saja mengalir dari sisi timur seakan mengejar sisa-sisa cahaya sang surya.

Lampu-lampu sepeda motor para pemudik yang akan kembali ke Jakarta pun mulai dinyalakan.

Seakan berbisik tegar dalam hati, "Wahai Jakarta dan sekitarnya, tunggu kami kembali selepas magrib ini. Himpitan ekonomi tidak halangi kami nafkahi anak dan istri".

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI