Ketika sampai di depan halaman lobi, tanpa basa-basi, tanpa permintaan maaf dan penjelasan yang baik, pegawai Hotel itu menyuruh bajaj pergi dari lobi.
Padahal, di depan hotel itu tidak ada informasi atau rambu yang melarang bajaj masuk lobi hotel.
Sangat ironis sekali bahwa Pemprov DKI melestarikan Bajaj sebagai aset daerah dan menjadi maskot, tapi hotel itu tidak menghormatinya.
Apalagi dalam Bajaj ada tamu hotel. Seharusnya pihak hotel mempertimbangkan kembali peraturannya, karena ini menyangkut budaya seni Jakarta.
Baca Juga: Fadli Zon Sesalkan Teror Terhadap Polsi Kembali Terjadi
Anak saya tidak akan minta naik bajaj, jika bajaj itu ada di kota Semarang.
Namun, karena Bajaj adalah seni atau ciri khas kota Jakarta, maka kami naik Bajaj bukan karena mau pergi ke suatu tempat, tapi kami naik Bajaj karena ingin merasakan nikmatnya naik kendaraan khas kota Jakarta tersebut.
Kami datang ke Jakarta untuk berwisata, bukan bebisnis, sehingga Jakarta sudah seharusnya memikirkan wisata, termasuk Bajaj sebagai sebuah daya tarik wisata selain Ancol, Monas, dll.
Perlu dipertimbagan kembali oleh pihak Hotel melarang Bajaj masuk lobi, karena perizinan Hotel ada di bawah Dinas Pariwisata, sehingga pihak hotel harus tahu mana yang berhubungan dengan wisata, mana yang sekedar bisnis semata.
Testimoni Jericho tersebut kekinian menjadi viral. Sampai Sabtu (1/7/2017), tulisan Jericho tersebut sudah lebih dari 8.000 kali disebar ulang.
Baca Juga: Demi Pergi Perang, Teroris Medan Rela Utang ke Bank Rp20 Juta