Suara.com - Kepala Divisi Humas Polri InspekturJendral Setyo Wasisto mengatakan pemuda yang menikam dua anggota Brimob di dalam Masjid Falatehan, seberang Lapangan Bhayangkara, Jakarta Selatan, Jumat (30/6/2017), malam, sempat meneriaki anggota Brimob sebagai kafir.
"Kafir, kafir, katanya. Yang dibilang kafir anggota Brimob, sambil teriak mereka nyerang," kata Setyo kepada wartawan.
Setelah mencoba melawan petugas dengan sangkur usai lari ke arah Terminal Blok M, pelaku berinisial Mld (28) itu ditembak anggota Brimob yang sedang berjaga-jaga. Mld akhirnya mati.
Sementara AKP Dede Suhatmi dan Briptu M. Syaiful Bakhtiar mengalami luka serius di bagian leher dan wajah. Kini mereka dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina.
Beberapa waktu yang lalu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian telah menjenguk mereka di rumah sakit.
"Korban belum bisa dimintai keterangan, mereka luka di telinga dan muka," kata Setyo.
Hingga berita ini diturunkan belum diketahui motif dan dari jaringan mana pelaku berasal.
Kenapa polisi diserang?
Ketika memantau lokasi serangan bom bunuh diri yang menewaskan anggota Polri di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, pada Rabu (24/5/2017) malam, Tito Karnavian pernah membeberkan modus jaringan Jamaah Ansharut Daulah. Jaringan ini diduga menjadi otak dari dua aksi bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu.
"Mereka menggunakan doktrin takfiri. Kolompok ini pendukung ISIS, melalui individu Bahrun Naim yang di kota Raka," kata Tito di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, Jumat (26/5/2017).
Tito mengungkapkan kasus bom bunuh diri di Kampung Melayu bukan kasus tingkat lokal, tapi sudah skala global.
"Karena di tingkat pusat, yaitu di Suriah, kelompok ini ditekan oleh Rusia maupun Barat, sehingga mereka terjadi fenomena yang namanya desentralisasi. Yaitu ketika sentralnya diserang, mereka ini terpecah dan perintahkan sel pendukung di berbagai negara untuk melakukan serangan dan mencari perhatian," tutur Tito.
Tito mengatakan kasus Kampung Melayu yang menewaskan tiga anggota polisi memiliki pola seperti kasus teror di Manchester (Inggris), dan Filipina. Ini semua terkait dengan Bahrun Naim yang kini tinggal di Raka, Suriah.
Doktrin takfiri, yaitu doktrin, segala sesuatu yang bukan berasal dari Tuhan adalah haram, sehingga muslim pun yang tidak sepaham dengan mereka dianggap kafir.
"Kafir ini dibagi dua lagi, ada kafir harbi dan dzimmi. Kafir harbi dianggap memerangi mereka. Nah kafir dzimmi tidak memerangi mereka, tapi harus tunduk pada mereka," ujar Tito.
Polri gencar memerangi kelompok teroris. Itu sebabnya, Polri selalu dianggap sebagai lawan mereka karena dianggap kafir harbi.
"Sampai hari ini, sudah lebih dari 120 anggota Polri menjadi korban kelompok ini. Ada 40 di antaranya termasuk tiga anggota korban yang ini (kampung melayu). Sementara yang luka 80-an," tutur Tito.
"Mari kita sama-sama menghadapi mereka, mereka kelompok kecil, memiliki ideologi khusus, kita perlu bersama sama untuk menekan mereka, menetralisir mereka, jelas kami yakin kemampuan kita, negara, TNI Polri, masih jauh di atas mereka. Masyarakat tidak perlu panik. Kita akan lakukan tugas sebaiknya," Tito menambahkan.