Suara.com - Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI Bachtiar Nasir menyebut Presiden Joko Widodo telah menunjuk Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menjadi penjembatan dialog antara pemerintah dan GNPF menyangkut kasus hukum yang menjerat Habib Rizieq Shihab dan sejumlah tokoh.
"Presiden menunjuk langsung, setelah ini ada komunikasi yang baik dan tak tersumbat melalui menkopolhukam," kata Bachtiar dalam konferensi pers di AQL Islamic Center Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (27/6/2017).
Konferensi pers GNPF hari ini menyusul pertemuan perwakilan GNPF dan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, pada Minggu (25/6/2017) lalu. Bachtiar belum tahu kapan lagi berlangsung dialog dengan pemerintah.
Bachtiar mengatakan dalam pertemuan dengan Jokowi kemarin belum membicarakan teknis rencana penyelesaian kasus-kasus yang menjerat Rizieq dan sejumlah tokoh.
"Untuk kasus ini kami bicara terkait hal teknis tidak dengan Presiden. Sekali lagi saya tegaskan pertemuan bersifat makro selebihnya kami konsisten mengikuti proses hukum," katanya.
Menurut Bachtiar sebenarnya sejak dulu Jokowi membuka ruang dialog dengan kelompoknya. Namun, menurut Bachtiar, ada saluran komunikasi yang tak berjalan dengan baik sehingga dialog baru bisa dilakukan di tengah momentum Lebaran.
Bachtiar mengatakan dalam pertemuan Minggu lalu, Jokowi menyampaikan tentang pentingnya berdialog dengan kalangan ulama.
"Presiden merasa sudah berdialog dengan ulama. Kata Presiden, 'setiap saya ke daerah saya selalu kumpulkan ulama,' bahkan jumlahnya disampaikan 60 ulama sampai 80 ulama. Karena Presiden bilang 'yang berani menegur saya, menasihati saya ulama. Jadi saya perlu mendengarkan ulama,'" kata Bachtiar.
Sebelumnya, Wiranto mengatakan bahwa keinginan Rizieq untuk rekonsiliasi dengan pemerintah tidak tepat.
"Rekonsiliasi itu istilah yang sangat berat ya. Rekonsiliasi itu antara satu badan pemerintah dengan satu badan yang kira-kira setara dengan pemerintah, itu namanya rekonsiliasi. Tetapi pemerintah dengan warga negaranya itu nggak ada istilah rekonsiliasi, kurang tepat," kata Wiranto saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (20/6/2017).
Kasus Rizieq adalah masalah hukum yang terus berkembang dan harus diserahkan pada proses hukum yang tengah berlangsung. Menurutnya dalam proses hukum itu ada celah yang dapat dilakukan satu langkah koordinasi, apakah itu pidana atau perdata.
"Ada ruang ruang untuk bagaimana adanya satu kesepakatan yang mengarah pada proses hukum itu sendiri, tapi bukan rekonsiliasi. Rekonsiliasi antara rakyat dengan pemerintahnya kan nggak ada," ujar dia.
Permintaan Rizieq untuk rekonsiliasi dengan pemerintah itu tak akan direspon. Pemerintah dalam hal ini penegak hukum tetap akan melakukan proses hukum pada yang bersangkutan terkait kasus dugaan perkara penyebaran pornografi.
"Namanya permintaan kan bisa-bisa saja, tapi pemerintah kan punya sikap," kata dia.