Mubaligh Jakarta Utara Ahmadiyah, Muhammad Nurdin, menceritakan aktivitas jemaat Ahmadiyah atau Ahmadi di hari Lebaran tahun ini.
Ahmadi, kata dia, tetap menjalankan salat Idul Fitri mengikuti ketentuan pemerintah yaitu pada Minggu (25/6/2017). Setelah selesai menjalankan salat Ied, aktivitas mereka sama seperti umat muslim pada umumnya yaitu halal bihalal.
Salah satu yang paling berkesan tahun ini bagi Nurdin yakni berkesempatan untuk bihalal dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, ketika berlangsung acara open house.
"Bahkan ada yang ikut open house ke Presiden sebagai tanda kami mendukung program Presiden, pemerintah," ujar Nurdin ketika ditemui wartawan Suara.com di Masjid Al Hidayah, Jalan Balikpapan I, nomor 10, Jakarta Pusat, Senin (26/6/2017).
Nurdin merupakan salah satu Ahmadi yang turut serta bersilaturahmi dengan Presiden.
Dalam pertemuan dengan Jokowi, kata Nurdin, ada beberapa pesan penting yang disampaikan. Yaitu tentang masih adanya intimidasi terhadap jemaat Ahmadiyah dan sulitnya beribadah di masjid sendiri.
"Memang ada sesuatu yang mau kita sampaikan, cuma masalahnya waktu saat itu presiden kan posisinya nggak bisa (menerima pengaduan). Hanya silaturahmi dan salaman saja," kata dia.
Contoh terakhir yaitu kasus penyegelan masjid jemaat Ahmadiyah di kawasan Sawangan, Depok, Jawa Barat, pada Sabtu (3/6/2017).
"Cuma kami upayakan dibuka lagi, terus disegel lagi. Kita nggak tahu ini kenapa, apakah momentum lebaran atau gimana," kata Nurdin.
"Setelah ada yang disegel terus dari pihak kami ya namanya mau salat, ibadah, ya kita buka lagi disegelnya. kami ibadah lagi seperti biasa di masjid. Setelah segel dibuka pihak kepolisian datang mengambil CCTV juga," kata dia.
Ahmadi, kata dia, tetap menjalankan salat Idul Fitri mengikuti ketentuan pemerintah yaitu pada Minggu (25/6/2017). Setelah selesai menjalankan salat Ied, aktivitas mereka sama seperti umat muslim pada umumnya yaitu halal bihalal.
Salah satu yang paling berkesan tahun ini bagi Nurdin yakni berkesempatan untuk bihalal dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, ketika berlangsung acara open house.
"Bahkan ada yang ikut open house ke Presiden sebagai tanda kami mendukung program Presiden, pemerintah," ujar Nurdin ketika ditemui wartawan Suara.com di Masjid Al Hidayah, Jalan Balikpapan I, nomor 10, Jakarta Pusat, Senin (26/6/2017).
Nurdin merupakan salah satu Ahmadi yang turut serta bersilaturahmi dengan Presiden.
Dalam pertemuan dengan Jokowi, kata Nurdin, ada beberapa pesan penting yang disampaikan. Yaitu tentang masih adanya intimidasi terhadap jemaat Ahmadiyah dan sulitnya beribadah di masjid sendiri.
"Memang ada sesuatu yang mau kita sampaikan, cuma masalahnya waktu saat itu presiden kan posisinya nggak bisa (menerima pengaduan). Hanya silaturahmi dan salaman saja," kata dia.
Contoh terakhir yaitu kasus penyegelan masjid jemaat Ahmadiyah di kawasan Sawangan, Depok, Jawa Barat, pada Sabtu (3/6/2017).
"Cuma kami upayakan dibuka lagi, terus disegel lagi. Kita nggak tahu ini kenapa, apakah momentum lebaran atau gimana," kata Nurdin.
"Setelah ada yang disegel terus dari pihak kami ya namanya mau salat, ibadah, ya kita buka lagi disegelnya. kami ibadah lagi seperti biasa di masjid. Setelah segel dibuka pihak kepolisian datang mengambil CCTV juga," kata dia.
Dalam peristiwa itu, dua jemaat masjid diamankan aparat.
Kasus tersebut kemudian diperkarakan Yayasan Satu Keadilan. Yayasan tersebut menggugat pemerintah daerah dan pemerintah pusat karena melakukan penyegelan melalui mekanisme citizen law suite di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Gugatan dilayangkan lewat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar Raya, nomor 24, 26,28, Gunung Sahari, Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Rabu (21/6/2017) siang.
"Sepertinya proses hukum akan berlanjut, tapi memang akan menyasar anggota Ahmadiyah di sana," kata Nurdin.
Ahmadi berharap pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla dapat menyelesaikan persoalan yang tengah dihadapi Ahmadiyah. Selain di Depok, kata dia, masih ada sejumlah kasus, di antaranya di Pancor, Lombok Timur, NTB.
"Ada yang paling menyedihkan lagi kasus di Lombok, bukan penyegelan, tapi penghancuran masjid, penghancuran rumah warga sampai pengusiran," kata dia.
Jemaat Ahmadiyah di Bayan, kata Nurdin, kini banyak yang di pengungsian dan bedeng yang terbuat dari triplek. Mereka diserang sekelompok orang yang menentang kegiatan Ahmadiyah.
"Itu mereka jalani sudah bertahun-tahun. Sampai sekarang belum ada kejelasan dari pemerintah," katanya.
Tak hanya di daerah, kasus teror terhadap Ahmadiyah juga pernah terjadi di Ibu Kota Jakarta pada 2011. Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan DKI Jakarta ketika itu menyegel masjid Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Duren Sawit, Jakarta Timur. Padahal, menurut Nurdin, masjid di sana sudah dibangun sejak lama.
"Dikatakan salah peruntukan padahal masjid itu sudah dibangun 1980, cuma terkait masalah IMB saja. Padahal kita tahu banyak masjid yang nggak ada IMB," kata Nurdin.
Meski disegel, masjid tersebut masih tetap digunakan oleh pengikut Ahmadiyah. Sebab, tidak ada masyarakat setempat yang melarang. Berbeda kasus dengan yang terjadi di Bukit Duri.
"Di Bukit Duri nggak bisa dipakai karena ada penentangan, penentangan pun bukan dari warga setempat. Dari warga di luar bukit duri. Tapi dia memprovokasi warga situ," kata Nurdin.
"Sepertinya proses hukum akan berlanjut, tapi memang akan menyasar anggota Ahmadiyah di sana," kata Nurdin.
Ahmadi berharap pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla dapat menyelesaikan persoalan yang tengah dihadapi Ahmadiyah. Selain di Depok, kata dia, masih ada sejumlah kasus, di antaranya di Pancor, Lombok Timur, NTB.
"Ada yang paling menyedihkan lagi kasus di Lombok, bukan penyegelan, tapi penghancuran masjid, penghancuran rumah warga sampai pengusiran," kata dia.
Jemaat Ahmadiyah di Bayan, kata Nurdin, kini banyak yang di pengungsian dan bedeng yang terbuat dari triplek. Mereka diserang sekelompok orang yang menentang kegiatan Ahmadiyah.
"Itu mereka jalani sudah bertahun-tahun. Sampai sekarang belum ada kejelasan dari pemerintah," katanya.
Tak hanya di daerah, kasus teror terhadap Ahmadiyah juga pernah terjadi di Ibu Kota Jakarta pada 2011. Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan DKI Jakarta ketika itu menyegel masjid Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Duren Sawit, Jakarta Timur. Padahal, menurut Nurdin, masjid di sana sudah dibangun sejak lama.
"Dikatakan salah peruntukan padahal masjid itu sudah dibangun 1980, cuma terkait masalah IMB saja. Padahal kita tahu banyak masjid yang nggak ada IMB," kata Nurdin.
Meski disegel, masjid tersebut masih tetap digunakan oleh pengikut Ahmadiyah. Sebab, tidak ada masyarakat setempat yang melarang. Berbeda kasus dengan yang terjadi di Bukit Duri.
"Di Bukit Duri nggak bisa dipakai karena ada penentangan, penentangan pun bukan dari warga setempat. Dari warga di luar bukit duri. Tapi dia memprovokasi warga situ," kata Nurdin.