Suara.com - Banyak pengalaman menarik yang dirasakan perawat Tempat Pemakaman Umum Karet Bivak, Jalan Karet Pasar Baru Barat, Karet Tengsin, Jakarta Pusat.
Seperti yang dialami Sunarti atau Yoyo. Sunarti sering tidur di warung area pemakaman. Dia tidak takut lagi meskipun siang harinya baru ada jenazah yang dimakamkan.
"Ada kejadian di makam, kadang-kadang habis dikubur. Saya sih sudah biasa nginep di makam. Kemarin puasa nginep di warung. Kalau dikasih lihat sih nggak, tapi wanginya tetap tercium. Wangi benar, wangi cendana," kata Sunarti kepada Suara.com, Jumat (23/6/2017).
Konon, ketika aroma wangi cendana tercium di malam hari, itu pertanda ada makhluk tanpa wujud yang sedang lewat untuk pulang.
Aroma wangi minyak usai kematian biasanya akan tercium sampai seminggu.
"Kalau yang udah lama-lama sih enggak," kata dia.
Tapi, dia menganggap semua pengalaman itu biasa-biasa saja. Sunarti dan pekerjaan mengurus makam sudah menyatu sehingga semua hal yang dirasakan di area tersebut dia anggap sebagai pengalaman yang baik.
Sunarti cerita banyak hal ketika ditemui Suara.com. Antara lain, soal mudik lebaran.
Mudik pas hari raya Idul Fitri sangat ditunggu-tunggu sebagian besar perantau di Ibu Kota Jakarta. Namun, tidak setiap orang mendapatkan kesempatan untuk pulang kampung, seperti juga Sunarti.
Ibu dari lima orang anak tidak bisa pulang kampung ke Tegal, Jawa Tengah, pas hari raya karena pada hari itu tenaganya sangat dibutuhkan. Hari itu, akan banyak sekali peziarah yang datang.
Dia mengatakan akan pulang ke Tegal seminggu setelah hari-H.
"Pulang lebaran, lebaran seminggu baru pulang, pulang lebaran sama anak-anak. Biasanya naik bis, saya nggak suka naik kereta," tuturnya.
Sunarti dulunya seorang pedagang makanan kecil di sekitar TPU Karet Bivak. Dia menjadi perawat setelah suaminya meninggal dunia.
"Tadinya dagang, ahli waris nggak mau dipegang sama orang lain. Maunya istrinya, dibilang kan ada istrinya, lalu saya dipanggil. Gimana namanya juga bekas dari laki, jadi saya mau pegang. Kalau punya orang saya gak berani, di sini kalau punya orang nggak boleh sembarangan ngurus soalnya sudah masing-masing bagian," tuturnya.
Suami Sunarti meninggal dunia tiga tahun yang lalu. Kini dia menjadi tulang punggung keluarga.
"Tadinya pedagang dan suami saya kerja rawat makam. Suami saya meninggal. Ahli warisnya turun mintanya sama saya karena saya istrinya," tutur Sunarti.
Ketika ditemui Suara.com, Sunarti sambil bekerja memotong rumput.
Suami Sunarti semasa hidup bekerja menjadi perawat sejak tahun 1982.
"Saya kerja dari jam enam pagi, pulang jam enam. Sehari urusin paling delapan makam. Kalau nggak panas gini 10 bisa," tuturnya.
Alat-alat yang dibutuhkan untuk merawat makam, kata Sunarti, beli sendiri. Setahun biasanya dia beli dua kali gunting rumput. Setiap gunting harganya Rp100 ribu. Kemudian sapu lidi. Untuk sapu lidi, seminggu harus diganti yang baru.
Saat ini, Sunarti mendapat tanggungjawab mengurus 53 makam.
Penghasilan yang dia dapatkan tergantung dari pemberian ahli waris.
"Gaji sehari satu makam ada yang kasih Rp50 ribu, Rp75 ribu, Rp100 ribu. Kalau saya pegang punya jenderal, mayor Rp100 ribuan," tutur Sunarti sambil menunjuk ke makam.
Dia bersyukur hari lebaran mendapatkan tunjangan hari raya. Setiap lima makam, dia mendapatkan THR sebanyak Rp1,5 juta.
Tapi, tak semua THR diberikan berbentuk uang, sebagian berupa makanan atau pakaian baru. (Yunita Susan]