Dia mengharapkan setiap lembaga bisa menghormati aturan hukum yang berlaku. Kalau anggaran dihentikan, maka otomatis pemberantasan korupsi akan berhenti.
"Akan lebih baik Kita sama-sama hormati aturan hukum yang berlaku. Lakukanlah sesuai dengan kewenangan yang ada, KPK dengan kewenangannya, polisi dengan kewenangannya, DPR dengan kewenagan pengawasan, penganggaran dan regulasi, itu tentu punya tugas sesuai kewenangannya. Jangan sampai anggaran dihentikan, itu akan berimplikasi pada pemberantasan korupsi atau kerja KPK," katanya.
Dia menerangkan, ditolaknya permintaan DPR untuk menghadirkan Miryam karena masih sebagai tersangka dan tahanan KPK. Meski begitu, KPK masih menilai DPR tidak memiliki niat untuk memberhentikan pemberantasan korupsi.
"Kami masih memiliki pandangan positif kepada DPR secara kelembagaan. Karena kami belum tahu apakah itu pendapat perorangan," kata Febri.
Usulan penahanan anggaran yang diusulkan Misbakhun imbas dari pernyataan Kapolri Tito Karnavian yang mengatakan permintaan pansus angket KPK untuk memanggil paksa Miryam kemungkinan tidak bisa dipenuhi karena tidak memiliki hukum acara yang jelas.
"Kalau memang ada permintaan teman-teman dari DPR untuk menghadirkan paksa KPK, kemungkinan besar tidak bisa kami laksanakan, karena adanya hambatan hukum acara ini. Hukum acara yang tidak jelas," kata Tito di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (19/6/2017).
Pasal 204 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD tersebut memang diatur kewenangan DPR untuk menggunakan Polri memanggil pihak-pihak tertentu. Namun, dalam undang-undang tersebut tidak dijelaskan hubungannya dengan hukum acara.
"Persoalannya kami sudah mengkaji permintaan kepada Polri untuk menghadirkan orang yang dipanggil atau diundang oleh DPR, itu sudah beberapa kali kita alami," kata Tito.
Tito mengatakan apabila Polri memenuhi permintaan pansus, hal tersebut melanggar hukum acara yang tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
"Kalau kita kaitkan ke KUHAP maka menghadirkan paksa itu sama dengan surat perintah membawa atau melakukan penangkapan, upaya paksa penyanderaan itu sama dengan penahanan," kata dia.