Suara.com - “Akan selalu bersama dalam suka maupun duka hingga maut memisahkan,” begitulah ikrar setiap suami istri saat memulai biduk rumah tangga. Namun, kisah kesembilan pasangan suami-istri yang terjerat kasus korupsi ini, justru menjadi noktah merah kesakralan ikrar tersebut.
Banyak mata warga Indonesia terpaku pada daerah Bengkulu, satu provinsi di pantai barat Pulau Sumatera, pada Selasa (20/6/2017) pekan ini.
Sebabnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali beraksi melakukan operasi tangkap tangan. Kali ini, mereka menangkap Lili Martiani Maddari, istri Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti.
Baca Juga: Usai Lebaran, DJP Bisa Akses Informasi Keuangan WNI di Singapura
Lili tertangkap basah menerima uang diduga suap dari pengusaha bernama Rico Diansari, yang akhirnya juga ikut diangkut KPK ke Jakarta. Dugaan suap itu terkait proyek peningkatan jalan di provinsi tersebut.
Ketika ditangkap, ada uang tunai diperkirakan mencapai Rp1 miliar yang ditempatkan dalam kardus saat KPK menangkap Lili dan Rico di kediaman istri Ridwan tersebut, di kawasan Sidomulyo.
Pada hari yang sama, KPK lantas menangkap suami Lili, Ridwan. Keduanya kekinian sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan ditahan di Rutan KPK.
KPK menduga, sang gubernur menerima suap dari pihak swasta berkaitan proyek pembangunan jalan senilai Rp0 miliar. Uang Rp1 miliar yang diterima sang istri dari Rico diduga adalah pembayaran suap tahap pertama.
Setelah menjadi tersangka dan ditahan, Ridwan sempat menuturkan permintaan maaf kepada warga Bengkulu. Ia juga menyatakan mundur dari jabatannya sebagai gubernur pun Ketua DPD Partai GOlkar setempat.
Baca Juga: Ditabrak, Mobil Parlindungan Malah Dirusak Warga Ciledug
"Saya mohon maaf. Saya harus bertanggung jawab terhadap kekhilafan istri," tutur Ridwan yang sudah memakai rompi khas tahanan KPK, Rabu (21/6/2017).
Ridwan-Lili, sebenarnya bukanlah pasutri pertama yang terjerat kasus dugaan korupsi. Setidaknya, ada 8 pasutri sebelum mereka yang tersandung masalah seperti itu.
Kronik pasutri yang terjerat korupsi setidaknya dimulai pada tahun 2012. Ketika itu, Bendara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazarudin dan sang istri, Neneng Sri Wahyuni, diduga menerima uang suap senilai Rp4,6 miliar dari PT Duta Graha Indah.
Perusahaan swasta itu adalah pemenang lelang proyek pembangunan wisma atlet.
Setelah menjalani serangkaian persidangan, Nazarudin divonis 13 tahun penjara. Sementara sang istri dihukum 6 tahun penjara.
Selang setahun, 2013, giliran Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dan sang istri, Ratu Rita, yang tersandung kasus korupsi.
Akil terseret kasus penerimaan uang gratifikasi dari kepala daerah yang memperkarakan hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) ke MK.
Akil kekinian sudah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Sementara sang istri, Ratu Rita, masih berstatus saksi di pengadilan.
Kisah pasutri yang terjerat kasus korupsi sempat terhenti pada tahun 2014. Tapi, dua tahun setelah kasus Akil yang menggemparkan, Bupati Karawang Ade Swara dan istrinya, Nurlatifah, terjerembab dalam arus praktik suap.
Keduanya terhimpit kasus penerimaan uang gratifikasi sebesar Rp5 miliar dari Chief Executive Officer PT Tatar Kertabumi, yang berbasis di Kota Bandung.
Ade Swara akhirnya divonis bersalah dan harus mendekam di balik jeruji besi selama 6 tahun. Sang istri juga ikut dipenjara, yakni selama 5 tahun.
Pada tahun yang sama, mencuat kembali kasus pasutri yang terseret korupsi. Mereka adalah Wali Kota Palembang Romi Herton dan istrinya yang bernama Masyitoh.
Romi dianggap memberikan uang suap kepada Ketua MK saat itu, Akil Mochtar, senilai Rp11,3 miliar dan USD316 ribu.
Dalam persidangan, keduanya terbukti bersalah. Akhirnya, Romi Herton harus ikhlas berada di terungku selama 7 tahun. Sedangkan istrinya, Masyitoh harus menepi di penjara selama 5 tahun.
Pada tahun yang sama pula, Gubernur Sumatera Utara Gatot Pudjo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti, dicokok lembaga antirasuah.
Mereka diduga menyuap tiga hakim dan panitera di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Sumatera Utara. Tidak main-main, mereka menyuap aparat penegak hukum memakai USD15.000 dan SGD5.000.
Gatot akhirnya divonis 3 tahun penjara. Sedangkan istri mudanya, Evy, dihukum penjara 2 tahun enam bulan.
Masih pada tahun 2015, KPK juga membekuk Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri dan istrinya, Suzanna Budi Antoni.
Keduanya dinilai terlibat praktik menyuap Ketua MK Akil Mochtar senilai Rp10 miliar dan USD500.000, terkait sengketa hasil pilkada.
Pada tahun selanjutnya, 2016, kisah Bupati Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan bernama Pahri Azhari dan sang istri, Lucianty, semakin memperpanjang deretan pasutri yang terlibat korupsi.
Pahri kala itu diduga memberikan uang suap kepada anggota DPRD Muba untuk "melicinkan" pembahasan Laporan Pertanggungjawaban APBD 2014-2015.
Terakhir, sebelum kasus Ridwan-Lili, Wali Kota Cimahi Atty Suharti dan suaminya--Itoc Tochija--lebih dulu ditangkap KPK karena kasus korupsi.
Atty dan suaminya diduga menerima uang suap dari perusahaan swasta terkait proyek pembangunan tahap kedua Pasar Atas Baru Cimahi. Hingga kekinian, persidangan kasus itu masih digelar.