Ketua Bidang Organisasi BPP HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) Anggawira menilai kasus SMS yang dituding sebagai sebuah ancaman dari Chairman and CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo kepada Jaksa Yulianto menimbulkan polemik di masyarakat
“Kasus ini menuai polemik di masyarakat, kejaksan dan polri juga masih ada perbedaan pendapat ujar Anggawira di Jakarta, Rabu, (21/6/2017).
Anggawira juga melihat ada keganjilan dalam kasus SMS Hary Tanoesoedibjo. Pasalnya pengusaha sekaligus Ketua Umum Partai Perindo tersebut langsung dijadikan tersangka oleh Kejaksaan tanpa menunggu proses dari kepolisian terlebih dahulu untuk menyelidikinya.
“Seharusnya Kejaksaan dapat bertindak lebih bijakasana melihat secara komprehensif jangan sampai ada kesan abuse of power yang ditangkap masyarakat. Hal ini jelas akan merugikan pemerintah," ujar Anggawira.
Baca Juga: Kasus Mobile 8, Hary Tanoe Tak Penuhi Panggilan Kejagung
Sebagaimana diketahui kasus ini bermula ketika Jaksa Yulianto melaporkan Harry Tanoe ke Bareskrim Polri pada 28 Januari 2016 atas tuduhan melanggar Pasal 28 UU ITE. SMS yang dikirimkan Harry Tanoe kepadanya pada 5 Januari 2016 dianggap Jaksa Yulianto sebagai ancaman.
Tak cukup bukti, kasus itu tidak ditindaklanjuti. Kini setelah 1,5 tahun kasus tersebut kembali diangkat. Harry Tanoe dipanggil Bareskrim Polri untuk dimintai keterangan terkait SMS itu pada Senin 12 Juni pagi dan berstatus sebagai saksi terlapor.