Salah satu filosofi mengapa MA harus one roof system, (satu atap) karena dimasa silam lembaga yudikatif tidak lebih dari corong atau kepanjangan tangan eksekutif. Guna membebaskan intervesni eksekutif, reformasi menuntut adanya pemisahan kekuasan yang nyata antara lembaga yudikatif dan eksekutif.
Oleh karenanya, kata Laksanto, independensi lembaga peradilan harus dijaga oleh semua pihak, karena MA adalah rumah kita bersama sebagai benteng pencari keadilan terakhir.
Jika MA perlu diperbaiki, katanya, mendorong agar MA lebih terbuka kepada masyarakat, kapan putusan dapat diambil, berapa lama suatu putusan dapat ditangani. Hal itu penting disampaikan ke publik agar lembaga itu tidak terkesan elitis.
Laksanto secara rinci juga menyoroti soal rekruitmen calon hakim yang dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dengan waktu sekitar dua tahun.
Baca Juga: SETARA Institute: HTI Punya Hak Kasasi ke Mahkamah Agung
"Saya menyarankan agar dibuat kurikulum yang melibatkan perguruan tinggi sehingga out-putnya para calon hakim akan mempunyai wawasan yang lebih luas dalam memutuskan masalah. Dengan adanya keterbukaan informasi, maka share responsibility tidak diperlukan lagi," katanya. (Antara)