'Perang' Wacana Muhammadiyah vs NU soal 'Full Day School'

Reza Gunadha Suara.Com
Selasa, 20 Juni 2017 | 07:00 WIB
'Perang' Wacana Muhammadiyah vs NU soal 'Full Day School'
Ilustrasi sekolah kekurangan guru. [Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

 “Sikap presiden kami apresiasi. Tapi, soal rencana menata ulang, kalau ruhnya tetap ‘full day school’ bagi kami sama saja,” tukasnya, Senin petang.

Robiki menuturkan, NU tetap menyetujui dan mendukung upaya Mendikbud RI memperkuat karakter pelajar di Indonesia.

Nilai-nilai sosial seperti relegiusitas, nasionalisme, dan kebinekaan patut disuntikkan ke setiap generasi muda terpelajar untuk menghadapi maraknya aksi intoleransi dan radikalisme atas nama agama.

Selain itu, hak-hak tumbuh-kembangnya anak harus  menjadi adress utama lahirnya kebijakan.

Baca Juga: NASA Rilis Daftar 10 Planet Baru yang Berpotensi Dihidupi Alien

“Tapi, jangan pula berkembang wacana bahwa fakta tidak terserapnya anggaran tunjangan profesional guru mengharuskan pemerintah menyederhanakan persoalan pendidikan menjadi kebijakan full day school," tegasnya.

Ia berharap, keputusan presiden untuk menata ulang permendikbud yang mengatur full day school tersebut harus ditujukan untuk memperkuat posisi madrasah diniyah.

Sebelumnya, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj menolak kebijakan sekolah delapan jam sehari dan lima hari sepekan, karena banyak lembaga pendidikan yang akan mendapatkan dampak buruk.

"PBNU menolak keras full day school atau lima hari sekolah delapan jam sehari," kata Said dalam jumpa pers di Gedung PBNU, Jakarta, Kamis (15/6).

Menurut dia, penguatan pendidikan karakter tidak sejalan dengan penambahan jam belajar menjadi delapan jam sehari.

Baca Juga: Sahur di Jalan, 4 Kelompok Bocah Bermotor Bawa 30 Senjata Tajam

Dengan kata lain, sekolah seharian itu tidak cocok jika dikaitkan dengan penguatan karakter siswa lewat pendidikan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI