Uang senilai Rp170 juta diduga terkait dengan komitmen setoran triwulan yang telah disepakati sebelumnya.
"Uang sebesar Rp140 juta ditemukan di mobil Wiwiet Febryanto (WF), Rp300 juta ditemukan di mobil perantara H, dan Rp30 juta dari tangan perantara T," kata Basaria.
Untuk kepentingan pengamanan barang bukti, KPK melakukan penyegelan beberapa ruangan di Kantor DPRD Kota Mojokerto dan Dinas PUPR Kota Mojokerto.
Sebagai pihak yang diduga pemberi Wiwiet Febryanto (WF) disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca Juga: KPK Amankan Rp470 Juta di OTT Tiga Pimpinan DPRD Mojokerto
Pasal itu mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Mereka yang diduga sebagai penerima, yakni Purnomo (PNO), Umar Faruq (UF), dan Abdullah Fanani (ABF) disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf a atau Pasal 12 Huruf b atau Pasal 11 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Basaria menyatakan bahwa praktik korupsi seperti itu memiliki efek domino yang memicu bentuk korupsi lain yang merugikan keuangan negara dan melemahkan fungsi pengawasan atau "checks and balances" yang seharusnya dijalankan oleh anggota DPRD.
Baca Juga: KPK Tetapkan 3 Pimpinan DPRD Mojokerto Tersangka Kasus Korupsi
"KPK mengimbau kepada para kepala daerah dan jajarannya serta anggota DPRD di seluruh Indonesia menghentikan praktik seperti ini atau jika mendapatkan informasi permintaan uang agar melaporkan kepada KPK," ucap Basaria. (Antara)