Suara.com - Relawan Jokowi Kebangkitan Indonesia Baru (KIB) prihatin dengan perkembangan akhir-akhir ini yang penuh dengan tindakan intoleransi yang melawan Pancasila dan kebhinekaan.
Karena itu, Ketua KIB Reinhard Parapat berharap Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) dapat bekerja dengan cepat demi tegaknya nilai-nilai Pancasila dan Kebhinekaan.
"Diharapkan hasilnya bukan hanya soal turunan dalam kurikulum tapi lebih membumi dari itu. Bagaimana transformasi cara berpikir bahwa apa yang dilakukan oleh pendiri bangsa dahulu untuk melihat ke depan, bahwa satu-satunya pemersatu adalah Pancasila. Itulah nanti tim ini harus bekerja cepat," katanya di Gado-gado Boplo Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (16/6/2017).
Reinhard juga berharap agar perbedaan yang sudah menjadi ciri khas Indonesia tidak menjadi penyebab konflik, melainkan sebagai alat untuk saling mengisi.
Baca Juga: Di Ponpes Al-Asy'ariyyah, Jokowi Ukir Huruf "Ba", Apa Maknanya?
Karena itu dia mengapresiasi respon masyarakat yang begitu luas ketika kebhinekaan diganggu oleh kelompok-kelompok yang mempermasalahkan kebhinekaan.
"Tim ini harus melakukan implementasi-implementasi, bukan hanya dikelas-kelas, tetapi juga di luar kelas, lebih membumi-lah nilai-nilai Pancasila. Perbedaan itu bukan masalah, tetapi itu dinamis kehidupan," kata Reinhard.
Dia pun mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo yang berani menegakan keadilan sosial tanpa pandang bulu. Dimana Jokowi menurunkan harga bahan bakar minyak di Papua dan menyamakannya dengan wilayah lain di Indonesia.
"Presiden Jokowi melakukan itu juga, mentransformasikan nilai-nilai Pancasila. Kita apresiasi, selama Indonesia merdeka, Papua baru merasakan nilai Pancasila, sila kelima, keadilan sosial. Harga bisa sama antara Papua dan Jawa, yang dulu tidak mungkin. Itu merupakan salah satu contoh yang dilakukan Presiden Jokowi, mengimplementasi nilai-nilai Pancasila dalam bingkai kebhinekaan. Indonesia tanpa Pancasila, It's nothing," katanya.
Berbeda dengan Reinhard, Dosen Universitas Atmajaya Surya Tjandra menilai Indonesia saat ini sedang mengalami kekosongan ideologi. Dan karena itu tugas pemerintah adalah segera mengisinya.
Baca Juga: Sulit Tembus Pertahanan, Della/Rosyita Gagal Lanjutkan Kejutan
"Pemerintah harus mengakui adanya kekosongan ideologi dan itu harus diisi.Isinya adalah sesuatu yang memang sudah berjalan, sesuatu yang sudah terbukti efektif yang membuat Indonesia menjadi lebih baik, yaitu Pancasila. Kalau kosong, orang bukan tidak mencari, tetap mencari dan diisi oleh ideologi yang lain, yang tidak sama dengan Indonesia. Itu yang terjadi sekarang, seperti radikalisasi, ekstrmisme dan intoleran," kata Tjandra.
Karena itu, tugas dari UKP Pancasila yang diketuai oleh Yudi Latief saat ini harus segera mengisi kekosongan tersebut. Dengan demikian rasa takut untuk mengakui diri sebagai orang Indonesia dan Pancasila tidak terjadi lagi.
"Karena memang pengalaman kita mengakui ada dua versi Pancasila, yakni Pancasila versi Soekarno dan Pancasila versi Soeharto. Pada era Soeharto, Pancasila menakutkan karena menjadi alat represif. Jadi, kita kembali ke asli. Pada era Seokarno, orang dengan sukarela dan sadar mendukung Pancasila. Jadi, target sasarannya adalah pemuda," katanya.
Lain halnya dengan Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPP PDI Perjuangan Agustinus Teras Narang. Menurut dia, untuk melanggengkan kebhinekaan di Indonesia, setiap pribadi harus menyadari bahwa setiap orang memang berbeda, baik itu agam, suku, dan lain sebagainya.
Tapi, kata dia, jangan jadikan perbedaan tersebut sebagai faktor penghambat persatuan.
"Kita punya nilai kebersamaan dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Kita mulai dari diri kita sendiri. Apakah pikiran, perkataan dan perbuatan kita sinkron atau tidak. Kita bilang saya pancasila, saya Indonesia, sinkron nggak dengan perbuatan kita. Jngan mengatakan orang lain tidak Pancasila, kalau kita belum sinkron," katanya.