Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Direktur PT. Diratama Mandiri, Irfan Kurnia Saleh, menjadi tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter Augusta Westland -101 di TNI Angkatan Udara tahun 2016-2017. Irfan diduga memperkaya diri sendiri dan korporasi, menyalahgunakan kewenangan atau kesempatan atau sarana yang ada padanya sehingga merugikan keuangan negara.
"KPK meningkatkan status perkara ke penyidikan dengan menetapkan IKS sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (16/6/2017).
Menurut Basaria penangan kasus tersebut berawal dari informasi yang disampaikan masyarakat. Konstruksi terjadinya kasus berawal pada bulan April 2016, ketika TNI AU mengadakan satu unit helikopter AW-101 dengan menggunakan metode pemilihan khusus. Artinya peserta lelang harus diikuti oleh dua peserta lelang. Adapun peserta lelangnya adalah PT. DJM dan juga PT. Karya Cipta Gemilang.
"Namun, tersangka IKS selaku Direktur DJM diduga sebagai pengendali KCG mengikuti proses pemilihan dengan menyertakan kedua perusahaan tersebut," kata Basaria.
Basaria menduga sebelum proses lelang dilakukan, Irfan sudah melakukan perikatan kontrak dengan AW sebagai produsen helikopter angkut dengan nilai kontrak sekitar Rp514 miliar. Namun, ketika pada bulan Juni 2016, saat dilakukan penunjukan pengumuman dan yang menang adalah DJM, lalu dilanjutkan kontrak dengan AW. Tetapi, nilainya meningkat sehingga negara mengalami kerugian hingga 220 miliar rupiah.
"Nilai kontraknya jadi Rp738 miliar, dan dikirim pada Bulan Februari 2017," kata Basaria.
Atas kasus itu, Irfan diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-undang Nomor. 31 Tahun 1999 seabgaimana diubah dengan Undang-undnag Nomor. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.
Terkait kasus yang sama, Puspom TNI telah memblokir rekening DJM yang di dalamnya terdapat uang senilai Rp139 miliar. Diratama Jaya adalah perusahaan penyedia alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang berdiri sejak 2005. Perusahaan ini berkantor di gedung Bidakara 1, lantai 1, unit 10, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
Perusahaan itu juga menyatakan memiliki lisensi bisnis peralatan militer dari Amerika Serikat.
Selain KPK, Puspom TNI juga menetapkan seorang tersangka dari pihak TNI yang berinisial Kolonel FTS selaku Kepala Unit Pengadaan. Sehingga dalam kasus tersebut, Puspom TNI sudah menetapkan empat orang tersangka.Sebelumnya ada Marsekal Pertama FA selaku pejabat pembuat komitmen, Kolonel (Adm) WW sebagai pemegang kas, dan Pelda SS yang menyalurkan dana ke pihak tertentu.
Pemgadaan helikopter jenis angkut penumpang tersebut menimbulkan kontroversi lantara rencana pembeliannya ditolak oleh Presiden Joko Widodo pada Tahun 2015. Awalnya, helikopter tersebut ditujukan sebagai helikopter pengangkut ver-very important person (VVIP), namun harganya terlalu mahal untuk kondisi ekonomi Indonesia yang sedang tak stabil.
Namun, pada tahun 2016, Marsekal (purn) Agus Supriatna, yang masih menjabat sebagai Kepala Staf AU, kembali melakukan pwngadaan helikopter Aw-101 dengan perubahan fungsi sebagai helikopter angkut pasukan dan SAR.