Miryam Bakal Dipanggil Paksa Bila Mangkir

Kamis, 15 Juni 2017 | 23:01 WIB
Miryam Bakal Dipanggil Paksa Bila Mangkir
Miryam S Haryani menjalani pemeriksaan perdana di KPK, Jakarta, Jumat (12/5).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - ‎Wakil Ketua Panitia Khusus Angket KPK Risa Mariska mengatakan, tersangka ‎keterangan palsu dalam persidangan kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP), Miryam S. Haryani bisa dipanggil paksa bila tidak hadir selama tiga kali.

"Kita akan menggunakan mekanisme sesuai UU MD3 juga ditatib ada. Pemanggilan dua kali lagi, jadi sampai tiga kali. Kalau nggak sampai tiga kali, kita akan minta paksa," kata Risa di DPR, Jakarta, Kamis (15/6/2017).

Risa mengungkapkan, pansus bisa meminta upaya panggil paksa ini kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Namun, dia berharap upaya tersebut tidak sampai terjadi. Dia pun meminta KPK kooperatif dan mengizinkan Miryam hadir dalam pemanggilan Pansus Angket KPK.

"Tapi kan sangat ironis kalau pemanggilan paksa. Saya sih menyarankan jangan sampai itu terjadi. Maunya begitu, makanya saya minta kooperatif," ungkapnya.

Panitia Khusus Angket KPK mulai menjadwalkan susunan rencana kerjanya. Untuk agenda pertama, Pansus Angket KPK akan memanggil Politikus Partai Hanura Miryam S. Haryani, setelah rapat paripurna pada Senin (19/6/2017).‎

"Kita akan memanggil pertama kali untuk konfirmasi adalah Ibu Miryam," kata Taufiqulhadi usai rapat internal Pansus Angket KPK, Rabu (14/6/2017).

Pemanggilan ini dilakukan untuk mengkonfirmasi surat Miryam yang mengaku tidak ditekan sejumlah anggota DPR. ‎ Surat ini disampaikan dalam rapat perdana Pansus Angket KPK yang memutuskan susunan pimpinan pansus.

Miryam merupakan tersangka pemberi keterangan palsu di persidangan terkait perkara korupsi pengadaan e-KTP. Miryam saat ini di rumah tahanan KPK.

Baca Juga: DPR Ancam KPK Jika Tak Izinkan Miryam Datang ke Pansus

"Kita mengajukan surat ke KPK agar Bu Miryam bisa hadir ke sini, kami silakan KPK setuju atau tidak,"‎ ungkapnya.

Surat Miryam ini dikirimkan ke Pansus Angket KPK beberapa waktu lalu, dan diterima Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu. Surat ini ditulis tangan dan ditandatangani serta diberikan materai Rp6000.

‎Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, tersangka ‎keterangan palsu dalam persidangan kasus korupsi e-KTP Miryam S. Haryani, tidak perlu menghadiri pemeriksaan yang dilakukan Panitia Khusus Angket KPK.

Agus beralasan, berkas Miryam ak‎an segera naik ke persidangan. Karena itu, Agus mengatakan, informasi bahwa Miryam ditekan Anggota Komisi III, sebenarnya bisa diperdengarkan dalam persidangan Miryam. Informasi ini yang ingin dikonfirmasi Pansus Angket KPK kepada Miryam.

‎"Kalau itu kan miryam kan segera disidangkan, itu nantikan bisa didengarkan rekamannya. Kan nggak perlu datang. Akan segera kita naikan kok. Kalau kita naikan kan rekamannya bisa dibuka di persidangan. Anu kalau kita buka rekaman seperti yang diminta kemarin kan kita nggak boleh," kata Agus usai menghadiri buka bersama di DPR, Jakarta, Rabu (14/6/2017).

Baca Juga: Politisi Gerindra Sebut KPK Takut Miryam ke Pansus Angket KPK

Agus menegaskan, Miryam mengakui adanya tekanan dar‎i beberapa Anggota Komisi III dalam berita acara perkaranya. Hal itu bisa diketahui dari rekaman saat Miryam di-BAP.

"Saya nggak perlu nyebutkan itu, tapi rekamannya ada. Nanti silakan diperdengarkan," imbuh dia.

Di sisi lain, KPK baru akan menyikapi keberadaan Pansus Angket KPK, besok. Agus mengatakan, lima orang pimpinan KPK akan menyatakan sikapnya terkait masalah ini, besok pagi.

Untuk saat ini, berdasarkan kajian dengan cara meminta pandangan kepada ahli hukum tata negara, Pansus Angket KPK ini terbentuk secara cacat hukum. Dengan status cacat hukum itu, KPK bisa menolak hadir dalam setiap rapat yang digelar Pansus Angket KPK.

"Besok pagi kita berlima pimpinan sudah sepakat untuk mengenai sikap kita. Karena sudah dua hari kita mendapatkan masukan dari para ahli," ‎kata dia.

Hak angket muncul pertamakali ketika rapat dengar pendapat antara KPK dan Komisi III DPR pada 19 April 2017.

Dalam rapat itu, Komisi III menginginkan KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap anggota Fraksi Hanura Miryam Haryani terkait kasus dugaan korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik. Pasalnya, Miryam mengaku ditekan oleh sejumlah Anggota Komisi III.

Namun, KPK menolak karena rekaman merupakan bagian dari materi pemeriksaan. KPK menegaskan bahwa rekaman tersebut hanya bisa dibuka di dalam pengadilan. Itu yang membuat sejumlah anggota komisi III mengusulkan penggunaan hak angket.

Usulan tersebut kemudian dibawa ke rapat Paripurna. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang mengesahkan usulan tersebut pada 28 April 2017. Dalam pengesahannya, sejumlah fraksi menyatakan menolak usulan tersebut. Bahkan, Fraksi Gerindra melakukan aksi walkout.

Setelah itu, Pansus Hak Angket KPK menggelar rapat perdananya Rabu (7/6/2017). Rapat tersebut dihadiri tujuh fraksi hadir, yakni Partai Golkar, PDI Perjuangan, Hanura, Nasdem, PPP, PAN dan Gerindra.

Rapat yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fadli Zon ini sekaligus memutuskan pimpinan pansus angket KPK. Politikus Partai Golkar Agun Gunandjar ditunjuk sebagai ketua. Sementara politikus PDI Perjuangan Risa Mariska, politikus Hanura Dossy Iskandar, dan politikus Nasdem Taufiqulhadi ditunjuk menjadi wakilnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI