Kerap Disalahpahami, NU-Muhammadiyah Rupanya Masih Satu 'Kakek'

Rizki Nurmansyah Suara.Com
Kamis, 15 Juni 2017 | 19:36 WIB
Kerap Disalahpahami, NU-Muhammadiyah Rupanya Masih Satu 'Kakek'
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga Rais Aam PBNU KH. Ma'ruf Amin, Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siraj, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, di Istana, Jakarta, Selasa (1/11). [Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sering disalahpahami masyarakat sebagai dua organisasi yang saling bermusuhan. Tapi, siapa sangka kedua tokoh pendirinya satu keturunan dan satu perguruan.

Hal ini diungkap tokoh Muhammadiyah, Zamah Sari, pada cara Bedah Buku "Meluruskan Sejarah Muhammadiyah-NU" di Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) di Jakarta, Kamis (15/6/2017).

"Kakek dari KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah dan KH Hasyim Asy'ari pendiri NU sama (Maulana Ainul Yakin bin Maulana Ishak)," kata Zamah, pengurus Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan PP Muhammadiyah.

Selain itu kedua organisasi Islam terbesar di Indonesia tersebut, juga memiliki referensi dan acuan Islam yang sama karena kedua pendirinya memiliki guru yang sama. yakni Syeikh Ahmad Khathib Al-Minankabawi.

Baca Juga: BCA Indonesia Open 2017 Kembali 'Makan Korban' Pemain Unggulan

Hanya saja keduanya berkembang dan memiliki corak dakwah yang berbeda. NU dengan wajah Islam yang tidak terpisahkan dari perdesaan dan Muhammadiyah yang lebih banyak bergerak di perkotaan, keduanya memiliki tugas masing-masing.

"Jadi tidak benar ada gesekan. Perdebatan dalam hal pendidikan atau lainnya itu hanyalah soal dinamika anak bangsa dari persepsi yang berbeda-beda. Jangan dipahami sebagai permusuhan. Justru bangsa ini besar karena menghargai keanekaragaman," ujar Wakil Rektor Uhamka ini.

Sementara itu, sang penulis buku Dr Maman A Majid Binfas mengatakan, dari sejarah kedua organisasi sebenarnya satu perguruan, tapi perbedaan pendapat antara KH Wahab Hasbullah dan KH Mas Mansyur menjadi awal perpisahan.

"KH Wahab Hasbullah mengajak KH Hasyim Asy'ari, sedangkan KH Mas Mansyur menemui KH Ahmad Dahlan. Ini terjadi sekitar tahun 1929. Sejarah ini diungkap di buku ini," kata dosen Uhamka itu.

Sementara itu, Direktur Sekolah Pascasarjana Uhamka Prof Dr Abd Rahman A Ghani mengatakan, bedah buku yang rutin dilakukan pihaknya dalam rangka meningkatkan budaya menulis untuk para dosen.

Baca Juga: Kalah dari Unggulan 5, Ganda Putri Indonesia Ini Angkat Koper

Pada saat yang sama pihaknya juga membedah buku "Tafsir Juz Hamim" karya Yunan Yusuf, "Hak Asasi Manusia" karya Manager Nasution dan "Pergumulan Politik Malaysia Kontemporer" karya Sudarnoto A Hakim. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI