Suara.com - Ratusan orang yang tergabung dalam kelompok Indonesia Waras mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, pada Kamis (15/6/2017). Kelompok ini terdiri dari para budayawan, seniman, mahasiswa, kaum profesional, buruh, tani, nelayan serta perwakilan pengusaha. Mereka datang untuk menegaskan sikap menolak penggunaan hak angket yang sedang berproses di DPR.
"Kami rakyat Indonesia, yang tidak mewakilkan diri, dengan ini menyatakan penolakan hak angket DPR RI atas KPK. Karena kami memilih tetap waras," kata perwakilan Indonesia Waras di gedung KPK.
Kelompok ini juga menegaskan sikap mendukung penguatan lembaga KPK untuk memberantas korupsi karena penyakit ini sudah mengakar.
"Kami berdiri di depan KPK, karena bagi kita semua hanya ada dua pilihan; berkawan atau melawan koruptor. Dan kami berdiri di depan KPK ini untuk bersama-sama melawan koruptor," kata perwakilan kelompok.
Mereka menuding sebagian anggota DPR tidak berpihak kepada pemberantasan korupsi.
"Gedung DPR sebagai rumah wakil rakyat yang seharusnya memperjuangkan nasib rakyat, hanya isapan jempol. Tugasnya membuat undang-undang, anggaran dan pengawasan, ujung-ujungnya untuk konglomerat dan koruptor," katanya.
Usulan hak angket ini tercetus saat KPK melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III pada Rabu (19/4/2017) dini hari karena KPK menolak untuk membuka rekaman pemeriksaan mantan anggota Komisi II dari fraksi Partai Hanura Miryam S. Haryani di luar persidangan terkait kasus KTP elektronik.
Pada sidang dugaan korupsi e-KTP pada 30 Maret 2017, penyidik KPK yang menangani kasus tersebut yaitu Novel Baswedan mengatakan bahwa Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III untuk tidak mengakui fakta-fakta menerima dan membagikan uang dalam penganggaran e-KTP.
Nama-nama anggota Komisi III itu, menurut Novel, adalah Ketua Komisi III dari fraksi Golkar Bambang Soesatyo, Wakil Ketua Komisi III dari fraksi Gerindra Desmond Junaidi Mahesa, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Hanura, Sarifuddin Suding, anggota Komisi III dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu dan satu orang lagi yang Novel lupa.