Wakil Ketua DPR Fadli Zon beranggapan bahwa lembaga swadaya yang melapor ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terkait dugaan pelanggaran etika yang dilakukan Panitia Khusus Hak Angket KPK salah alamat.
Sebab, Fadli menegaskan, tidak ada pelanggaran etika yang dilakukan dalam pembentukan Pansus ini. Apalagi, Pansus sudah disetujui sesuai dengan aturan dan tata tertib yang ada.
"Saya kira itu salah alamat ya. Karena semua yang dilakukan di DPR ini ada proses yang diatur oleh UU maupun tata tertib," kata Fadli di DPR, Jakarta, Selasa (13/6/2017).
Baca Juga: Soal Angket KPK, Jokowi: Perbaiki Jika Ada yang Perlu Diperbaiki
Politikus Gerindra ini menerangkan, Pansus tersebut terbentuk dalam rapat paripurna dengan sejumlah catatan. Namun, Fadli menegaskan, hal itu sudah sesuai aturan dan sudah menjadi keputusan. Sehingga, hasil keputusan ini harus dijalankan.
"Sudah kuorum kan waktu Pak Fahri memimpin (Rapat Paripurna) itu. Meskipun kami sendiri di fraksi gerindra menolak. Tapi ketika proses politik itu sudah palu itu diketuk ya artinya sudah selesai meskipun kami dengan cukup kecewa kemudian keluar dari proses paripurna itu, fraksi Gerindra walkout," paparnya.
Untuk diketahui, Koalisi lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Tolak Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KOTAK) melapor ke Mahkamah Kehormatan Dewan tentang dugaan pelanggaran etika yang dilakukan oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan Fadli Zon, serta 23 anggota panitia khusus (pansus) angket.
"MKD harus memeriksa Fahri Hamzah, Fadli Zon dan 23 Anggota Pansus atas dugaan melanggar kode etik DPR," kata Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Tibiko Zabar, di DPR, Senin (12/6/2017).
Di tempat yang sama, Aktivis Pusat Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menerangkan, laporan ini dibagi tiga terlapor.
Untuk terlapor Fahri, Julius menerangkan, hal itu berkaitan dengan kepemimpinannya yang dianggap tidak demokratis saat pengesahan usulan hak angket. Selain itu, rapat ersebut juga dianggap tidak sesuai dengan kuorum setengah anggota yang hadir dan dianggap tidak demokratis, pada rapat paripurna 28 April lalu.
Sedangkan untuk terlapor Fadli Zon, Julius menerangkan, tindakan Politikus Gerindra itu pada 7 Juni yang memimpin rapat dan memilih pimpinan Pansus Hak Angket diduga melanggar peraturan DPR nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik.
Sedangkan 23 anggota pansus, kata Julius, telah diduga melanggar Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik Pasal 2 Ayat 1 dan 2 serta Pasal 3 Ayat 1 dan 4.
Meskipun laporan ini harus kembali dilengkapi secara administrasi, Julius berharap MKD akan mengusut laporan ini.
Baca Juga: MKD Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etika Pansus Angket
Dia juga berharap MKD segera memriksa terlapor I, II dan III atas dugaan pelanggaran kode etik, serta menghentikan berjalanya Pansus ini karena pembentukannya yang dianggap bermasalah.
"Kami masih mempercayai lembaga parlemen DPR ini. Kamis masih mempercayai ada proses di bawah MKD, sehingga itu yang kami kedepankan," ujarnya.
Sekedar informasi, hak angket muncul pertamakali ketika berlangsung rapat dengar pendapat antara KPK dan Komisi III DPR pada 19 April 2017.
Dalam rapat itu, Komisi III DPR menginginkan KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap anggota Fraksi Hanura Miryam Haryani terkait kasus dugaan korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik. Tapi, KPK menolak karena rekaman merupakan bagian dari materi pemeriksaan. KPK menekankan bahwa rekaman tersebut bisa dibuka hanya di dalam pengadilan.
Itulah yang kemudian membuat sejumlah anggota komisi III mengusulkan penggunaan hak angket. Usulan tersebut kemudian dibawa ke rapat Paripurna. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang mengesahkan usulan tersebut pada 28 April 2017 meski rapat berjalan dengan hujan interupsi dan membuat sejumlah fraksi walkout.
Setelah itu, Pansus Hak Angket KPK menggelar rapat perdananya Rabu (7/6/2017). Rapat tersebut dihadiri tujuh fraksi hadir, yakni Partai Golkar, PDI Perjuangan, Hanura, Nasdem, PPP, PAN dan Gerindra.
Rapat yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fadli Zon tersebut sekaligus memutuskan pimpinan pansus angket KPK. Politikus Partai Golkar Agun Gunandjar ditunjuk sebagai ketua. Sementara politikus PDI Perjuangan Risa Mariska, politikus Hanura Dossy Iskandar, dan politikus Nasdem Taufiqulhadi ditunjuk menjadi wakilnya.