Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto masih mengkaji keinginan Presidium Alumni 212 yang disampaikan komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Natalius Pigai untuk rekonsiliasi dengan pemerintah.
"Saya nggak temui langsung karena ada acara di PTIK (Perguruan Tinggi Ilmu Komunikasi), tadi diterima oleh Sesmenko (Sekretaris Menkopolhukam). Kami menanyakan dulu, apakah ini pesan pribadi ataukah pesan yang dilaksanakan oleh Komnas HAM," ujar Wiranto usai menghadiri Forum Penyampaian Laporan 5 Tahun Kinerja Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Periode 2012-2017, di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (9/6/2017).
Wiranto masih mempertanyakan pemakaian istilah kriminalisasi dalam konteks kasus yang terjadi akhir-akhir ini, di antaranya kasus Habib Rizieq Shihab. Pemerintah, kata Wiranto, tidak akan memproses hukum siapapun bila mereka tidak bermasalah.
"Ulama yang mana? Pemerintah nggak akan kriminalkan ulama kalau nggak ada masalah. Yang kami permasalahkan bukan ulamanya, tapi langkah-langkah kriminalnya itu, apakah itu ulama, pedagang, politisi, birokrat, kalau menyangkut masalah kriminal, ya dikriminalkan," kata dia.
"Jadi jangan kemudian diubah bahwa kita betul-betul ingin mengkriminalkan ulama tanpa sebab. Hati-hati. Yang kita kriminalkan atau kenakan langkah-langkah kriminal adalah ulama yang bermasalah dengan masalah kriminal, oknum, jangan digeneralisir," Wiranto menambahkan.
Sebelumnya, Pigai menyambangi Kementerian Bidang Politik Hukum dan Keamanan untuk menyampaikan laporan Presidium Alumni 212 perihal dugaan kriminalisasi ulama dan sejumlah aktivis.
"Komnas HAM menyampaikan bahwa pentingnya rekonsiliasi karena persoalan ini tidak hanya sekedar persoalan hukum antara mereka yang diduga korban dan pemerintah, tetapi ini sudah memasuki aspek yang lebih serius," ujar Pigai.
Pigai mengatakan kasus-kasus tersebut sangat berpontensi menjadi persoalan sosial, fragmentasi dan disintegrasi sosial secara nasional.
"Karena itu Kommnas Ham meminta Menkopolhukam menyampaikan kepada Presiden Joko Widodo untuk mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan secara komprehensif dan menutup kegaduhan nasional," tutur Pigai.
"Saya nggak temui langsung karena ada acara di PTIK (Perguruan Tinggi Ilmu Komunikasi), tadi diterima oleh Sesmenko (Sekretaris Menkopolhukam). Kami menanyakan dulu, apakah ini pesan pribadi ataukah pesan yang dilaksanakan oleh Komnas HAM," ujar Wiranto usai menghadiri Forum Penyampaian Laporan 5 Tahun Kinerja Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Periode 2012-2017, di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (9/6/2017).
Wiranto masih mempertanyakan pemakaian istilah kriminalisasi dalam konteks kasus yang terjadi akhir-akhir ini, di antaranya kasus Habib Rizieq Shihab. Pemerintah, kata Wiranto, tidak akan memproses hukum siapapun bila mereka tidak bermasalah.
"Ulama yang mana? Pemerintah nggak akan kriminalkan ulama kalau nggak ada masalah. Yang kami permasalahkan bukan ulamanya, tapi langkah-langkah kriminalnya itu, apakah itu ulama, pedagang, politisi, birokrat, kalau menyangkut masalah kriminal, ya dikriminalkan," kata dia.
"Jadi jangan kemudian diubah bahwa kita betul-betul ingin mengkriminalkan ulama tanpa sebab. Hati-hati. Yang kita kriminalkan atau kenakan langkah-langkah kriminal adalah ulama yang bermasalah dengan masalah kriminal, oknum, jangan digeneralisir," Wiranto menambahkan.
Sebelumnya, Pigai menyambangi Kementerian Bidang Politik Hukum dan Keamanan untuk menyampaikan laporan Presidium Alumni 212 perihal dugaan kriminalisasi ulama dan sejumlah aktivis.
"Komnas HAM menyampaikan bahwa pentingnya rekonsiliasi karena persoalan ini tidak hanya sekedar persoalan hukum antara mereka yang diduga korban dan pemerintah, tetapi ini sudah memasuki aspek yang lebih serius," ujar Pigai.
Pigai mengatakan kasus-kasus tersebut sangat berpontensi menjadi persoalan sosial, fragmentasi dan disintegrasi sosial secara nasional.
"Karena itu Kommnas Ham meminta Menkopolhukam menyampaikan kepada Presiden Joko Widodo untuk mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan secara komprehensif dan menutup kegaduhan nasional," tutur Pigai.