Suara.com - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan kisruh penyegelan Masjid Al-Hidayah sekaligus pusat kegiatan jemaah Ahmadiyah, Depok, Jawa Barat, Minggu (4/6), seharusnya tidak terjadi.
"Semestinya hal itu bisa dihindari sejauh tidak ada alasan yang betul-betul bisa dibuktikan bahwa Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) melanggar Surat Keputusan Bersama," kata Lukman di Jakarta, Kamis (9/6/2017).
Menag merujuk pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Tahun 2008 dalam menyikapi persoalan Ahmadiyah.
SKB pada hakikatnya adalah amanah dari Undang-Undang No 1/PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama yang mengikat semua warga bangsa.
Menurut Lukman, tidak ada bukti kuat masjid Ahmadiyah itu digunakan sebagai tempat menyebarluaskan paham bahwa ada nabi setelah Muhammad.
Dengan begitu, tidak cukup alasan untuk menutup tempat ibadah karena setiap warga negara dijamin konstitusi untuk menjalankan ajaran agamanya masing-masing.
Dia mengimbau semua pihak untuk tidak main hakim sendiri dalam mengatasi persoalan Ahmadiyah. Menurut dia, persoalan silang sengketa dan perbedaan masyarakat harus diselesaikan dengan lebih mengedepankan musyawarah.
Kisruh Ahmadiyah dikabarkan kembali terjadi. Pemkot Depok kembali menyegel lokasi pusat kegiatan Ahmadiyah atau ketujuh kalinya dalam kurun 2011-2017.
Wali Kota Depok Muhammad Idris mengklaim, penyegelan markas Ahmadiyah di Jalan Raya Mochtar, Kota Depok, Jawa Barat telah sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Pemkot Depok mempunyai kewajiban menjamin situasi Depok yang aman dan nyaman tidak ada konflik di masyarakat," kata Mohammad Idris ketika memberikan keterangan kepada pers di Balaikota Depok, Minggu (4/6) sore.
Sementara Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) cabang Depok akan menempuh upaya hukum terkait penutupan paksa Masjid Al-Hidayah Depok.
"Kami akan menempuh upaya hukum sepertinya. Ini penyegelan paksa untuk yang ketujuh kalinya," kata Sekretaris Bidang Hubungan Luar JAI Kandali Achmad Lubis.
Menurut dia, penutupan paksa masjid itu bagian dari diskriminasi. Padahal, dia mengklaim mempunyai surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
"Prihatin sekali. Salah kita apa? IMB masjid, kok disegel. Di sini masih terjadi diskriminasi anak bangsa," katanya.
"Kelakuan kami tidak menyimpangkan kan? Kami tidak pernah teriak-teriak bunuh orang," tambahnya.
Karenanya, Kandali menilai Wali Kota Depok melalui Satuan Polisi Pamong Praja Kota Depok telah melakukan persekusi terhadap jemaah Muslim Ahmadiyah dengan menutup paksa masjid yang dikelola komunitas.
Bahkan dalam keterangan tertulisnya, JAI menyebutkan bahwa Wali Kota Depok hadir langsung ke masjid untuk memastikan tidak ada lagi ibadah sepekan sebelum kejadian ini.
Padahal, sebelumnya, sudah ada surat rekomendasi dari Komnas Perempuan dan Komnas HAM yang menegaskan bahwa Wali Kota Depok telah melakukan pelanggaran hukum mengenai hak-hak beribadah seluruh warga negara Indonesia.